Mendag Catat Transaksi Ekspor Produk UMKM ke 33 Negara Tembus Rp1,3 Triliun
SinPo.id - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mencatat, program UMKM Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM Bisa Ekspor) pada paruh pertama 2025, telah memfasilitasi 356 kegiatan business matching, 241 sesi presentasi peluang bisnis (pitching), dan 115 pertemuan langsung dengan buyer dari 33 negara mitra dagang atau lebih.
"Pada periode tersebut, tercatat sebanyak 609 UMKM telah mengikuti program business matching dengan nilai transaksi ekspor mencapai US$ 87,04 juta atau setara dengan sekitar Rp1,3 triliun," kata Budi dalam dialog bersama 30 pelaku UMKM di Denpasar, Bali, ditulis Rabu, 30 Juli 2025.
UMKM yang hadir merupakan binaan Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HPPI), Indonesia Design Development Center (IDDC), dan Export Center Surabaya.
Budi menjelaskan, untuk mendapatkan buyer dan menembus ekspor, penting bagi UMKM agar meningkatkan kapasitas dari duasisi, yaitu kualitas produk (resource based) dan strategi pemasaran berbasis pasar (market-based).
Kemendag pun siap memfasilitasi UMKM untuk menjalin kontak dengan calon buyer di luar negeri melalui kegiatan penjajakan kerja sama bisnis (business matching). Perwakilan perdagangan akan terlebih dahulu melakukan kurasi agar produk UMKM yang ditampilkan sesuai dengan kebutuhan calon buyer.
"Kami memiliki 46 perwakilan perdagangan di 33 negara akreditasi yang meliputi Atase Perdagangan dan IndonesianTrade Promotion Center (ITPC). Mereka siap membantu UMKM yang sudah dikurasi untuk presentasi langsung dan memfasilitasi pertemuan dengan calon buyer," kata Budi.
Budi menilai, produk UMKM Bali sangat berpotensi ekspor. Untuk semakin meningkatkan daya saing produk-produk potensial asal Bali ini, perlu memperkuat standarisasi, peningkatan kualitas, pengemasan yang baik, dan manajemen yang siap ekspor. Program UMKM BISA Ekspor menawarkan kesempatan peningkatan kapasitas tersebut dan diharapkan para pelaku UMKM dapat memanfaatkannya.
Terlebih, Bali memiliki salah satu produk unggulan yaitu pwrhiasa perak yang berpeluang ekspor.
"Pasar produk perak kita bagus, tidak hanya ke Amerika Serikat, tetapi termasuk pasar Eropa. Setelah Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) rampung, maka produk kita bisa mendapatkantarif 0 untuk pasar Eropa," jelasnya.
Budi menerangkan, pada 2024, Bali merupakan provinsi pengekspor perhiasan perak terbesar kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta. Kontribusi Bali mencapai 30,93 persen terhadap total ekspor produk perhiasan perak Indonesia.
Tiga negara tujuan utama ekspor perhiasan perak Bali adalah Amerika Serikat (AS) dengan nilai ekspor sebesar US$ 16,5 jutadan pangsa pasar sebesar 38,20 persen, Singapura US$ 6,7 juta dengan pangsa 15,77 persen, dan Jerman US$ 6,7 juta dengan pangsa 15,48 persen.
Sementara itu, negara tujuan ekspor produk perhiasan perak Indonesia pada 2024, yakni Jepang senilai US$ 50,5 juta dengan pangsa 36,28 persen, AS senilai US$ 27,9 juta (pangsa 20,01 persen), India senilai US$ 14,2 juta (pangsa 10,17 persen), Singapura senilai US$ 8,1 juta (pangsa 5,79 persen), dan Jerman senilai US$ 7,7 juta (pangsa 5,49 persen).
Kemudian, permintaan global terhadap produk perhiasan perak pada 2024 diperkirakan mencapai sekitar US$ 38-40 miliar dengan tren pertumbuhan sekitar 4,6 hingga 5 persen per tahun selama periode 2020-2024.
