Kim Yo Jong Tolak Diplomasi Denuklirisasi: Desak AS Akui Korea Utara Sebagai Negara Nuklir

Laporan: Tim Redaksi
Rabu, 30 Juli 2025 | 04:46 WIB
Ilustrasi reaktor nuklir. (SinPo.id/dok. energia.gr)
Ilustrasi reaktor nuklir. (SinPo.id/dok. energia.gr)

SinPo.id -  Kim Yo Jong, adik perempuan sekaligus penasihat utama pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, menolak keras inisiatif terbaru Amerika Serikat untuk melanjutkan pembicaraan denuklirisasi. Dalam pernyataan yang dirilis media pemerintah Korea Utara, Kim menegaskan bahwa negaranya hanya akan kembali ke meja perundingan jika Washington mengakui status Korea Utara sebagai negara pemilik senjata nuklir dan bersedia memberikan insentif untuk pelucutan sebagian dari arsenal nuklirnya.

"Jika Amerika gagal menerima kenyataan yang telah berubah dan terus bertahan dengan pendekatan masa lalu yang gagal, maka pertemuan antara DPRK-AS akan tetap menjadi harapan sepihak dari pihak AS," kata Kim Yo Jong, merujuk pada nama resmi Korea Utara, Democratic People’s Republic of Korea (DPRK).

Komentar tajam ini muncul setelah pernyataan dari seorang pejabat Gedung Putih yang menyebut Presiden Donald Trump masih terbuka untuk kembali menjalin diplomasi dengan pemimpin Korea Utara. Trump sendiri dalam beberapa waktu terakhir menyatakan optimisme mengenai hubungan pribadinya dengan Kim Jong Un, serta kemungkinan untuk melanjutkan upaya denuklirisasi yang sempat mencuat pada periode 2018-2019.

Namun Kim Yo Jong menanggapi dengan skeptis. Ia menyebut hubungan pribadi antara Kim Jong Un dan Trump memang “tidak buruk”, namun jika itu hanya dipakai sebagai simbol, maka akan menjadi “lelucon” jika tidak disertai perubahan kebijakan substantif.

Kim juga menegaskan bahwa kekuatan nuklir Korea Utara telah meningkat signifikan sejak pembicaraan sebelumnya dan bahwa negaranya tidak akan mempertimbangkan tawaran yang serupa dengan yang pernah ditolak oleh AS — yaitu pencabutan sanksi secara luas sebagai imbalan atas pelucutan fasilitas nuklir utama saja.

AS Perlu Ubah Pendekatan

Menurut pengamat Korea Utara, pernyataan Kim Yo Jong adalah sinyal bahwa Pyongyang tidak tertarik pada pembicaraan denuklirisasi total, melainkan pada pendekatan bertahap yang menawarkan imbalan konkret, seperti pencabutan sanksi, penghentian latihan militer AS-Korea Selatan, dan bantuan ekonomi.

“AS harus menentukan manfaat nyata apa yang bisa mereka tawarkan kepada Korea Utara. Korea Utara ingin diakui sebagai negara nuklir, dan baru kemudian berbicara soal pengurangan senjata,” ujar Nam Sung-wook, mantan kepala lembaga think tank di bawah badan intelijen Korea Selatan.

Beberapa analis menduga Trump masih berharap meraih prestasi diplomatik besar di periode kepemimpinannya yang baru, bahkan mungkin menggunakan forum seperti KTT APEC yang dijadwalkan di Korea Selatan musim gugur ini sebagai kesempatan untuk mengunjungi Korea Utara atau bertemu Kim Jong Un di perbatasan.

Namun hingga kini, Kim Yo Jong menyatakan bahwa pendekatan Korea Selatan juga tidak menjanjikan. Ia menyebut proposal Seoul untuk mengundang Kim Jong Un ke forum regional sebagai "mimpi di siang bolong" dan menuduh pemerintahan liberal baru di Selatan tak berbeda dari pendahulunya dalam hal ketergantungan pada AS dan sikap permusuhan terhadap Utara.

Dengan fokus Korea Utara yang kini makin erat menjalin kerja sama dengan Rusia, banyak pihak menilai diplomasi dengan AS dan Korea Selatan bukan lagi prioritas utama Pyongyang.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI