Peneliti UGM Ingatkan Potensi Penurunan Pendapatan Mitra Ojol Jika Tarif Naik

Laporan: Tio Pirnando
Minggu, 27 Juli 2025 | 16:18 WIB
Ilustrasi pengemudi ojol sedang menungu penumpang (SinPo.id/ Dok. Gojek)
Ilustrasi pengemudi ojol sedang menungu penumpang (SinPo.id/ Dok. Gojek)

SinPo.id - Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dwi Ardianta Kurniawan mengatakan, rencana menaikkan tarif ojek online (ojol) hingga 15 persen dalam waktu dekat, tidak secara otomatis meningkatkan pendapatan mitra. Karena, perilaku konsumen cenderung responsif terhadap perubahan harga, terutama untuk perjalanan jarak pendek.

"Pengalaman yang lalu, kenaikan tarif akan menurunkan permintaan antara 30-50 persen untuk perjalanan jarak pendek, yang tentu justru akan menurunkan pendapatan semua pihak," kata Dwi dalam keterangannya, Minggu, 27 Juli 2025. 

Diketahui, penyesuaian tarif Ojol akan diterapkan secara berbeda di tiap zona, mengikuti pembagian wilayah operasional yang telah ditentukan. Kebijakan ini diambil untuk menyeimbangkan kebutuhan pengguna, mitra pengemudi, dan aplikator.

Menurut Dwi, tantangan utama di lapangan adalah dinamika sistem pentarifan yang kompleks dan berdampak luas. Jumlah mitra ojol yang sangat besar, diperkirakan antara 4 hingga 7 juta orang di Indonesia, membuat kebijakan tarif menjadi isu sensitif. 

Ia menjelaskan, awal kemunculan transportasi ini, banyak orang memilih berhenti dari pekerjaan tetap untuk menjadi mitra lantaran potensi penghasilan yang tinggi. 

Namun kini, ketika pendapatan tidak lagi sebesar dulu, para mitra kerap merasa dirugikan, meski kenyataannya lebih berkaitan dengan perubahan standar dan ekspektasi pendapatan yang tidak lagi sama. 

Ia menilai perlunya penyesuaian ekspektasi antara mitra, aplikator, dan pengguna. Di sisi lain, keberadaan aplikator sebagai entitas bisnis tetap mengedepankan profitabilitas. 

Hingga triwulan IV 2024, perusahaan Goto masih mencatatkan kerugian, sementara Grab mulai membukukan laba setelah merugi dalam dua triwulan sebelumnya. Dalam konteks ini, pemerintah memiliki peran penting sebagai regulator yang netral dan adil.

Dwi menyebut, fungsi pengawasan dan pengaturan harus dijalankan dengan tegas agar tercipta keseimbangan antara kepentingan bisnis dan perlindungan terhadap mitra. Keseimbangan ini menjadi kunci agar industri transportasi daring tetap berkelanjutan.

Untuk menghadapi kompleksitas tersebut, Dwi menawarkan solusi agar kebijakan tarif dapat menguntungkan semua pihak, terutama mitra dan konsumen. Ia menekankan pentingnya memiliki patokan pendapatan yang dianggap wajar bagi mitra ojol.

 "Semua pihak harus melihat dengan jernih untuk menilai seberapa besar sebenarnya tingkat kewajaran pendapatan yang berhak diterima oleh mitra. Besaran UMR dapat menjadi acuan kewajaran pendapatan yang diterima oleh mitra ojol sebagaimana acuan pada sektor lainnya," kata Dwi dikutip dari laman UGM. 

Dwi berharap agar agar kebijakan tarif ojol ke depan didasarkan pada transparansi dan kejelasan mekanisme. Seperti proporsi pembagian hasil antara aplikator dan mitra, yang selama ini sering menjadi sumber ketegangan. 

Karena, keberlanjutan industri ojol sangat bergantung pada rasa saling memahami dan mekanisme tarif yang akuntabel. 

"Semua pihak harus menyadari bahwa tingkat tarif yang wajar sangat penting untuk menjaga agar industri tetap berjalan, karena apabila salah satu pihak memaksakan kehendak maka justru akan merugikan ekosistem secara keseluruhan," tandasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI