YLKI Dukung Pemerintah Investigasi dan Tindak Tegas Pengoplos Beras

Laporan: Tio Pirnando
Minggu, 27 Juli 2025 | 15:53 WIB
Ilustrasi deretan beras yang dijual pedagang di pasar (SinPo.id/Agus Priatna)
Ilustrasi deretan beras yang dijual pedagang di pasar (SinPo.id/Agus Priatna)

SinPo.id - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana, mendukung pemerintah untuk mengusut secara menyeluruh praktik dugaan pengoplosan beras kualitas rendah dijadikan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog dan premium di Pekanbaru yang dibongkar oleh Polda Riau. Praktik pengoplosan beras yang semakin marak terjadi belakangan ini, telah merugikan negara, petani hingga masyarakat. 

"YLKI mendukung untuk pemerintah melakukan investigasi secara komprehensif dari seluruh rantai pasok beras, melakukan penindakan tegas tanpa pandang bulu dan pemberantasan mafia beras yang merugikan negara, petani dan konsumen," kata Niti kepada wartawan, Minggu, 27 Juli 2025. 

Menurut Niti, praktik pengoplosan beras  merupakan pelanggaran berat terhadap hak konsumen. Terlebih, beras merupakan komoditas pangan yang esensial bagi konsumen.

"Jadi ini termasuk dalam hak fundamental konsumen untuk mendapatkan beras yang sesuai," ucapnya.

Niti menerangkan, ancaman pidana menanti jika beras yang diproduksi tidak sesuai dengan standar. Hal ini merujuk  Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun dan denda Rp2 miliar.

Di sisi lain, dampak dari praktik pengoplosan, dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras di pasaran. Sebab, konsumen tidak mendapatkan haknya dengan kualitas beras yang tidak sesuai.

"Pada dasarnya konsumen berhak untuk menuntut ganti rugi secara materil dan immateril ," tegasnya. 

Lebih lanjut, Niti menyarankan perlunya penguatan sistem pengawasan dari hulu hingga hilir di setiap rantai pasok beras. Pengawasan juga perlu dilakukan secara pre-market, dengan pemeriksaan administrasi, pemeriksaan fisik sarana prasarana dan laboratorium untuk melakukan quality control.

"Pengawasan 'post market' ketika beras sudah masuk ritel juga harus dijaga kualitas dengan melakukan pengawasan secara berkala," tuturnya.

Selain itu, lanjut Niti, peran konsumen juga sangat penting dalam memberantas praktik pengoplosan beras. Konsumen bisa berperan sebagai pengawas, mata, dan telinga dari praktik kecurangan di lapangan, serta melaporkan kepada pihak berwenang. 

Hal ini sebagai bentuk hadirnya masyarakat kritis dan tekanan publik yang kuat, sehingga dilakukan penindakan oleh pemerintah.

"Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen lembaga konsumen juga diberikan amanat dan peran untuk melakukan pengawasan bersama dengan pemerintah dan masyarakat terhadap pelindung konsumen," tukasnya.

Sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menyampaikan, penggerebekan yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak kejahatan yang merugikan konsumen.

Dari operasi yang dipimpin Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro pada Kamis, 24 Juli, berhasil mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R.

Pertama, pelaku mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atau reject kemudian dikemas ulang menjadi beras SPHP, kedua pelaku membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemas ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.

Barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.

"Negara sudah memberikan subsidi, tapi dimanipulasi oknum untuk keuntungan pribadi. Ini bukan sekadar penipuan dagang, tapi kejahatan yang merugikan anak-anak kita yang membutuhkan pangan bergizi," kata Irjen Herry.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI