Ketua Banggar Soroti Kebijakan AS Berlakukan Tarif Resiprokal

Laporan: Galuh Ratnatika
Kamis, 24 Juli 2025 | 12:17 WIB
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah (SinPo.id/ Galuh Ratnatika)
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah (SinPo.id/ Galuh Ratnatika)

SinPo.id - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyoroti adanya ketimpangan kebijakan sepihak Amerika Serikat (AS) dalam memberlakukan tarif resiprokal terhadap banyak negara yang membuat tatanan internasional menjadi tak beraturan.

“Lucu sekaligus sedih, tidak ada satupun negara yang membawa kasus ini ke sidang WTO. Semua ramai-ramai berunding dengan AS dengan posisi tawar yang lemah. Jadinya bukan berunding, tetapi mengiba belas kasih,” kata Said, dalam keterangan persnya, Kamis, 24 Juli 2025.

Ia pun menekan pentingnya memfungsikan kembali lembaga-lembaga internasional seperti World Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia sesuai mandat awal pembentukannya.

Pasalnya, semangat awal pendirian WTO adalah untuk mendorong perdagangan bebas secara adil dengan prinsip non-diskriminasi, transparansi, dan perlakuan yang setara. Tetapi faktanya, negara-negara berkembang, justru harus terseok-seok menghadapi dominasi negara maju.
 
“Negara-negara berkembang seperti Indonesia ‘babak belur’, seperti pertarungan Daud dan Goliat di gelanggang perdagangan bebas, karena ketimpangan kualitas produk, harga, dan kapasitas produksi,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, Said mengajak seluruh negara untuk kembali berpikir secara multilateral dalam menyikapi dinamika global, khususnya dalam bidang perdagangan, keuangan, dan ekonomi. 

“Saya mengajak semua negara untuk berfikir secara multilateral. Saatnya WTO membuktikan diri bahwa mereka duduk untuk kepentingan internasional,” tuturnya.

Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan fungsi aktual lembaga-lembaga internasional tersebut, yang seolah hanya aktif jika mendukung kepentingan negara-negara besar, namun bungkam ketika kepentingan mereka terganggu.
 
“Diamnya WTO makin menegaskan bahwa kelembagaan WTO hanya diperlukan bila sejalan dengan kepentingan negara-negara maju seperti AS. Bila tidak sejalan, tidak diperlukan lagi," kata Said.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI