PCO: Indonesia Bergabung dengan BRICS, Bukan Berarti Anti-Barat

Laporan: Tio Pirnando
Sabtu, 19 Juli 2025 | 14:10 WIB
Tenaga Ahli Utama PCO Philips Jusario Vermonte. (SinPo.id/Tio)
Tenaga Ahli Utama PCO Philips Jusario Vermonte. (SinPo.id/Tio)

SinPo.id - Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Philips Jusario Vermonte menegaskan bahwa bergabungnya Indonesia dengan BRICS bukan berarti anti-Barat. Menurutnya, tuduhan tersebut tidak berdasar dan tanpa alasan.

"Indonesia menjadi BRICS, menjadi anggota BRICS, apabila banyak orang menganggap bahwa itu membawa kita (Indonesia) menjadi misalnya, anti-barat atau anti-Amerika, itu menurut hemat kami bukan itu sama sekali yang akan dituju oleh presiden Prabowo," kata Philips dalam diskusi Double Check bertajuk "Buah Muhibah Presiden Prabowo Dari Dunia Internasional" di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu, 19 Juli 2025. 

Philips menerangkan, BRICS merupakan Forum Kerja Sama Ekonomi dan Internasional, yang melibatkan negara-negara besar, seperti Rusia, China, dan India. Tujuan bergabung dengan BRICS ialah untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan internasional dengan negara-negara besar tersebut. 

"Sudah sangat wajar apabila kita berada dalam sebuah forum dimana kita bisa meningkatkan hubungan baik dengan negara-negara besar yang tidak bisa diabaikan dalam hubungan internasional itu," ungkapnya. 

Lagi pula, lanjut Philips, di saat yang sama, Indonesia tetap melanjutkan proses aksesi menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Oleh sebab itu, bergabungnya Indonesia ke BRICS, tidak akan mengganggu hubungan dengan negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat. 

Kendati, Presiden AS Donald Trump cukup keras mengkritik  dengan mengancam memberi tarif resiprokal lebih tinggi, dan lain sebagainya kepada anggota BRICS.

"Tetapi kenyataan bahwa Presiden (Prabowo Subianto) bisa seal the deal dengan Presiden Trump, mengunci hasil negosiasi yang dilakukan oleh teman-teman dari Kementerian Perekonomian, negosiasi yang cukup ketat gitu. Artinya bahwa kita menjadi BRICS dilihat bukan sebagai ancaman juga untuk negara seperti Amerika Serikat," tuturnya. 

Philip memperkirakan kemungkinan AS memahami bahwa Indonesia sedang memanfaatkan segala momentum untuk pembangunnya. Baik menjadi anggota penuh BRICS, OECD, dan negosiasi dengan organisasi internasional lainnya. 

"Jadi bahwa kita diterima, dipahami bahwa Indonesia perlu BRICS dan perlu platform yang lain seperti OECD. Karena memang negara seperti Amerika Serikat juga menghormati bahwa kita punya proses keinginan untuk menjaga momentum pembangunan," tandasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI