Polemik Beras Oplosan

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 18 Juli 2025 | 07:00 WIB
Ilustrasi (Wawan Wiguna/SinPo.id)
Ilustrasi (Wawan Wiguna/SinPo.id)

Praktik nakal mengoplos beras itu menimbulkan kerugian hingga Rp99 triliun per tahun.  Sedangkan produsen yang terindikasi mengoplos ratusan merek beras tersebut diduga beroperasi lebih dari setahun.

SinPo.id -  Praktik pengoplosan beras oleh sejumlah produsen diakui Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IV DPR RI, Rabu 16 Juli 2025. Kepada anggota komisi IV di Senayan, Amran mengaku Kementan telah menguji sample terhadap 268 merek beras yang tersebar di Indonesia melibatkan kepolisian hingga Kejagung.  Hasil hasil uji beras di 13 laboratorium menunjukkan 85 persen beras premium tidak sesuai standar.

"85 persen yang tidak sesuai standar. Ada yang dioplos, ada yang tidak dioplos, langsung ganti kemasan. Jadi ini semua beras curah tetapi dijual harga premium. Beras curah tetapi dijual harga medium," ujar Amran, saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IV DPR RI, Rabu 16 Juli 2025.

Praktik nakal mengoplos beras itu menimbulkan kerugian hingga Rp99 triliun per tahun.  Sedangkan produsen yang terindikasi mengoplos ratusan merek beras tersebut diduga beroperasi lebih dari setahun.

"Kalau ini Rp 99 triliun itu adalah (kerugian) masyarakat. Sebenarnya ini (nilai kerugian) satu tahun, tetapi kalau ini terjadi 10 tahun atau 5 tahun,” ujar Amran menjelaskan.

Menurut Amran, jika dilacak ke belakang angka kerugiannya lebih banyak.  Pengoplosan  kebutuhan pokok  publik itu merugikan, karena menipu masyarakat dengan mencampur beras dan ganti bungkusnya dengan yang premium. Artinya beras biasa dijual dengan premium, sedangkan beras curah tinggal ganti bungkus.

"Ibaratnya emas 24 karat, sebenarnya ini 18 karat tetapi dijual 24 karat,” ujar Amran menjelaskan modus pengoplosan itu.

Sedangkan sampel yang diuji melibatkan dua kategori beras, yakni premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu.  Seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.

Sedangkan hasil investigasi ditemukan 85,56 persen beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Sementara, 88,24 persen beras medium dari total sampel yang diuji tidak memenuhi standar mutu SNI.

Selain itu, 95,12 persen beras medium ditemukan dijual dengan harga yang melebihi harga eceran tertinggi (HET), dan 9,38 persen memiliki selisih berat yang lebih rendah dari informasi yang tercantum pada kemasan.

Temuan itu menjadi alasan Amran pentingnya evaluasi secara berkala. Kementan juga telah menyerahkan temuan beras oplosan tersebut kepada penegak hukum agar dapat segera ditindak karena telah merugikan masyarakat.

"Harusnya dievaluasi secara berkala," kata Amran menegaskan.

Kementerian yang ia pimpin akan terus mengawasi peredaran beras di lapangan agar kasus beras oplosan tidak terjadi lagi. Termasuk bersurat resmi ke Jaksa Agung, Kapolri, dan Satgas Pangan, yang saat ini sedang bekerja intensif.

“Pengusaha besar sudah diperiksa. Ini harus ditindak tegas, tidak ada pilihan. Kalau kita mau menjadi negara super power dan menuju Indonesia Emas, tidak boleh ada kompromi terhadap koruptor dan mafia pangan,” katanya.

Dugaan Kartel Beras, BUMD Jakarta Juga Diperiksa

Anggota Komisi VI DPR RI Firnando H Ganinduto menduga keterlibatan kartel dalam kasus beras oplosan yang diungkap Menteri Amran Sulaiman, jika mengacu temuan 212 merek beras yang bermasalah.

"Jangan-jangan ini ada kartel jalur distribusi dan grosir ini, kok bisa ada oplosan," kata Firnando, saat  dengar pendapat Menteri Perdagangan Budi Santoso, Rabu, 16 Juli 2025.

Firnando mengaku terkejut dengan temuan beras oplosan yang dinilai sangat merugikan masyarakat. Terlebih, kata Firnando, berdasarkan data yang diungkap oleh Mentan Amran Sulaiman, kerugian negara atas beras oplosan dalam 10 tahun terakhir mencapai Rp1.000 triliun.

"Ini sangat merugikan masyarakat, Mentan mendapatkan 80 persen dari sidaknya beras oplosan, 212 perusahaan beras diperiksa oleh polisi,” ujar Firnando menegaskan.

Ia berharap Kemendag bisa menjelaskan secara rinci dalam rapat terkait pengawasan dari distribusi beras oplosan tersebut. Firnando kembali mengingatkan peredaran beras oplosan merupakan kasus yang harus diselesaikan secara serius oleh negara.

"Ini dampaknya langsung ke masyarakat, terus dampaknya kerusakan hati, ginjal, gangguan pencernaan, dan seterusnya," kata Firnando menegaskan.

Tercatat Satgas Pangan Polri telah memeriksa 25 pemilik beras kemasan 5 kilogram yang diduga beras oplosan. Meski belum membeberkan identitas puluhan pemilik beras yang diperiksa, polisi juga memeriksa terhadap enam perusahaan dan delapan pemilik merek.

"Total saksi yang dipanggil adalah 25 pemilik merek beras kemasan lima kilogram," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf.

Pemeriksaan para saksi untuk menelusuri ada tidaknya dugaan tindak pidana dalam penjualan beras kemasan tersebut.  "Pemeriksaan ini untuk pendalaman, ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum atas dugaan penjualan beras dalam kemasan," ujar Helfi menambahkan.

Penelusuran SinPo.id, salah satu perusahaan yang diperiksa terkait dugaan pengoplosan beras itu terdapat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta Food Station. Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, Hasudungan Sidabalok, mengakui ada pemanggilan pimpinan perusahaan tersebut.

“Terkait berita tentang indikasi pelanggaran kualitas beras di ritel modern, FS telah memenuhi panggilan Bareskrim Polri," kata Hasudungan, dikutip dari Antara.

Pemanggilan itu untuk keterangan dengan kemungkinan pemanggilan berikutnya setelah hasil analisis pemeriksaan terhadap sampel oleh Satgas Pangan selesai.

Hasudungan mengakui Dinas KPKP DKI Jakarta menggunakan beras merek SP dan SR yang diproduksi FS untuk kegiatan Penyediaan dan Pendistribusian Pangan dengan Harga Murah bagi Masyarakat Tertentu atau yang biasa dikenal Program Pangan Bersubsidi Beras dengan kelas mutu premium.

Ia memastikan kualitas secara periodik, yakni sedikitnya tiga kali setahun mengambil sampel beras di gudang FS dan menguji di laboratorium terakreditasi untuk memastikan kesesuaian mutunya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno menyatakan Pemerintah Provinsi Jakarta tetap serius menindaklanjuti dugaan Pelanggaran BUMD Jakarta Food Station, terkait beras oplosan. Rano mengatakan Food Station telah membantah tuduhan pengoplosan beras subsidi, namun Pemprov DKI tetap melanjutkan audit dan pemeriksaan internal yang melibatkan Inspektorat.

“Kami tidak akan menutup mata terhadap laporan pelanggaran, proses pemeriksaan akan berjalan transparan dan menyeluruh. Kita harus memastikan fakta sebenarnya sebelum mengambil keputusan,” kata Rano.

Menurut dia, pengambilan sampel beras telah dilakukan dua kali sepanjang 2025, dengan hasil uji laboratorium yang masih menunjukkan mutu sesuai kelas premium. "Namun, temuan beras dengan kualitas dipertanyakan di beberapa ritel modern membuat Bareskrim Polri dan Satgas Pangan terus mengusut kasus ini," ungkap Rano menambahkan.

Rano memastikan Food Station telah berjanji kooperatif dan siap mengikuti seluruh prosedur pemeriksaan demi menjaga kepercayaan publik.

"Saya tegaskan, Pemprov DKI tidak akan segan memberi sanksi jika pelanggaran terbukti, sebagai bentuk komitmen menjaga kualitas pangan bagi masyarakat," katanya.

Perlunya Infrastruktur Penanganan Beras

Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan), Zulkifli Hasan menilai praktik beras oplosan terjadi akibat tak adanya infrastruktur yang memadai untuk penanganan penjualan beras di pasar.

“Karena pemerintah ini tidak punya infrastruktur, sekarang pemerintah mau operasi pasar kemana berasnya? taruh di pasarkan. Karena ngga ada infrastruktur taruh di pasar, di pasar dioplos,” ujar, Zulkifli dikutip dari Kontan.co.id

Zulkifli menjelaskan, harga beras yang tadinya dibanderol seharga Rp11 ribu per kilogram (kg) kemudian dioplos dan dijual kembali seharga Rp13 ribu.

Sedangkan salah satu menghindari praktik nakal itu lewat infrastruktur Koperasi Desa Merah Putih yang akan diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada 21 Juli 2025 mendatang.

“Makanya kita mau ada koperasi desa nanti kalau ada Kopdes 80 ribu desa, jadi kalau ada operasi pasar (nanti) langsung kasih koperasi, nggak mungkin dioplos karena tiap desa (ada koperasi),” ujar Zulkifli menjelaskan.

Infrastruktur yang ia maksud sebagai penyaluran beras melalui koperasi untuk menghindari kegiatan pengoplosan. Keberadaan infrastruktur itu juga berguna untuk kebutuhana pokok lain.  “Perlu infrastruktur penduduk kita yang 280 juta, masa pemerintah tidak punya infrastruktur untuk menyalurkan kalau perlu operasi pasar, minyak goreng, bantuan-bantuan sosial dan lain-lain,” katanya. (*)

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI