Akademisi UI: Perlu Regulasi Ketat untuk Platform Digital Demi Lindungi Media Konvensional

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 16 Juli 2025 | 17:53 WIB
Dosen komunikasi dari Universitas Indonesia (UI), Whisnu Triwibowo. (SinPo.id/Agus)
Dosen komunikasi dari Universitas Indonesia (UI), Whisnu Triwibowo. (SinPo.id/Agus)

SinPo.id - Akademis komunikasi dari Universitas Indonesia (UI), Whisnu Triwibowo, mendorong agar keberadaan platform digital seperti Google, Youtube, Meta, dan TikTok, dan lainnya, harus dibuat regulasi agar tidak terlalu mendominasi media konvensional televisi. Karena, tak dipungkiri saat ini platform digital telah mendominasi industri media dan mengubah karakteristik audiens.

"Mereka mendominasi. Kenapa mereka mendominasi? Karena terjadi perubahan karakteristik audiens. Dulu, televisi sebagai fokus satu-satunya," kata Whisnu dalam FGD ATVSI tentang Regulasi Platform Digital di SCTV Tower, Senayan City, Jakarta, Rabu, 16 Juli 2025. 

Whisnu menyampaikan, saat ini anak-anak muda di kota-kota besar sudah banyak tidak lagi mengakses informasi melalui media konvensional, melainkan lewat platform digital. Karenanya, tidak heran bila platform baru itu semakin dominan. 

Kondisi seperti itu, lanjut Wishnu, juga dialami dibanyak negara. "Bukan dari sisi audiens saja mereka (platform digital) kuasai, dari sisi revenue iklan juga. Kalau iklan dulu lari ke lembaga penyiaran langsung, sekarang nggak," ungkapnya. 

Akibatnya, lembaga penyiaran atau media yang membuat berita, tidak mendapatkan pembagian yang adil. Sebab, iklan dikuasai mereka. 

Lebih lanjut, Wishnu mengkhawatirkan, jika kondisi seperti ini terus dibiarkan, misinformasi bahkan fake news, semakin merajalela. Ia mencontohkan Pemilu/Pilpres  dan Pilkada lalu, menjadi bukti semakin maraknya manipulasi yang tidak berdasarkan fakta. 

"Setiap kali pemilu, setiap kali Pilkasa, setiap kali ada gunjinh-gunjing politik, kita lihat sekarang dengan peran AI (artificial inntelige), bahkan bisa memanipulasi. Seolah-olah gambarnya Pak Jokowi, seolah-olah gambarnya Pak Prabowo. Bentuknya bukan cuma gambar, tapi sudah audiovisual. Bahkan sampai suara bisa dimanipulasi AI," ungkapnya. 

Kekhawatiran lainnya, yaitu penyalahgunaan data. Karena, platform seperti Google, mereka mendapatkan data user melalui traffic. "Data itu mereka kuasai, kemudian mereka bisa jual ke pihak ketiga. Kalau kepentingan ekonomi, masih dipahami. Tapi kalau kepentingan politik. Kita lihat kalau Elon Musk di Amerika bisa bantu Donald Trump jadi seorang presiden lagi," tuturnya.

Untuk itu, tegas Wishnu, solusi yang perlu diterapkan ialah membuat regulasi untuk platform digital ini. Tujuannya supaya melindungi media-media nasional, lokal, agar tetap beroperasi di tengah kompetisi di digital ekonomi. 

Jika regulasi tersebut dirumuskan oleh pembuat kebijakan, Wishnu memberikan saran untuk perhatikan. Diantaranya, mengenai advertising revenue, yang pembagiannya harus adil, termasuk bayar pajak ke negara. Kemudian, dibuat aturan agar data-data terpoteksi. Karena data user sangat mudah diambil platform digital. 

"Kita belum lagi berbicara melindungi kelompok marginal, anak-anak, perempuan, di eksploitasi. Kelompok-kelompok marginal perlu dilindungi. Berikutnya, mengenai moderasi konten. Kalau ada fake news, disinformasi-misinformasi, tanggung jawab siapa untuk takedown? Platform tentunya. Karena kan sirkulasinya di mereka. Tapi mekanisme yang terjadi sekarang adalah publik lapor ke Kominfo, Kominfo kemudian minta ke mereka baru takedown. Kadang waktunya terlalu panjang, disinformasi itu telat satu jam, efeknya bisa banyak," tukasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI