Manifes Tak Akurat dan Minim Prosedur Safety, DPR Desak Investigasi Tenggelamnya KMP Tunu

Laporan: Galuh Ratnatika
Senin, 07 Juli 2025 | 10:13 WIB
Ilustrasi tenggelam kapal (SinPo.id/ Dok. Bakamla)
Ilustrasi tenggelam kapal (SinPo.id/ Dok. Bakamla)

SinPo.id - Anggota DPR RI Komisi V, Rofik Hananto, menilai tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya, bukan hanya merupakan bencana transportasi, melainkan indikasi nyata dari kegagalan sistem pengawasan keselamatan pelayaran nasional.

Pasalnya, tidak ada pengarahan keselamatan (safety induction), tidak ada penjelasan mengenai lokasi jaket pelampung, jalur evakuasi darurat, atau sekoci. Bahkan sebagian besar korban selamat hanya karena menemukan jaket pelampung yang tercecer di dek kapal.

“Hal ini jelas melanggar Pasal 117 UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang masih berlaku meski sudah mengalami sebagian revisi melalui UU Nomor 66 Tahun 2024. Keselamatan adalah harga mati dalam setiap angkutan penyeberangan,” kata Rofik dalam keterangan persnya, dikutip Senin, 7 Juli 2025.

Selain itu, sejumlah korban tidak tercatat dalam manifes resmi penumpang, dan pelanggaran ini tidak hanya mempersulit proses identifikasi dan evakuasi, namun juga menyiratkan adanya kelebihan muatan serta ketidakpatuhan pada regulasi pencatatan.

“Ini adalah pelanggaran mutlak terhadap Pasal 137 UU Nomor 17 Tahun 2008, yang menegaskan bahwa hanya penumpang yang terdaftar dalam manifes yang sah untuk diangkut. Jika penumpang tidak terdaftar, dan terjadi kecelakaan, maka operator wajib bertanggung jawab secara hukum dan memberikan ganti rugi,” jelasnya.

Terlebih, kata Rofik, insiden serupa telah berulang kali terjadi. seperti pada tragedi KMP Yunicee tahun 2021, di mana ditemukan kelebihan muatan, manifes tidak akurat, serta hanya satu sekoci karet yang berfungsi.

“Ini bukan yang pertama, dan jika tidak ada perbaikan sistemik, ini juga berpotensi bukan yang terakhir. Pengawasan yang lemah, birokrasi yang permisif, dan operator yang abai telah menciptakan rantai kelalaian yang berujung pada jatuhnya korban jiwa,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, ia menekankan perlunya penegakan hukum dan mendesak adanya investigasi menyeluruh oleh KNKT bersama Kementerian Perhubungan untuk mengetahui penyebab teknis tenggelamnya kapal, termasuk kemungkinan kerusakan struktural atau kelebihan beban.

“Kejadian seperti ini perlu adanya penegakan hukum tanpa kompromi terhadap pihak-pihak yang lalai, termasuk syahbandar, nahkoda, operator kapal dan juga merevisi aturan teknis turunan UU Nomor 66 Tahun 2024, agar safety induction menjadi kewajiban standar yang diawasi langsung sebelum kapal diberangkatkan,” tandasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI