Lindungi Peternak Rakyat, Kementan Tetapkan Harga Ayam Hidup Rp18 Ribu per Kg

Laporan: Tio Pirnando
Kamis, 19 Juni 2025 | 13:25 WIB
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda. (SinPo.id/dok. Kementan)
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda. (SinPo.id/dok. Kementan)

SinPo.id - Kementerian Pertanian (Kementan) menetapkan harga pokok produksi (HPP) ayam ras hidup (livebird) di tingkat peternak sebesar Rp18.000 per kilogram (kg) untuk semua ukuran bobot panen, berlaku secara nasional mulai hari ini, Kamis, 19 Juni. Penetapan harga ini dirumuskan dalam Rapat Koordinasi Perunggasan Nasional, bersama Satgas Pangan Polri. 

"Seluruh pihak telah menyepakati harga livebird paling rendah Rp18.000/kg sebagai bentuk perlindungan terhadap peternak mandiri dan usaha kecil," kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda, dalam keterangannya, Kamis, 19 Juni 2025.

Agung mengungkapkan bahwa berdasarkan data terakhir dari PINSAR Indonesia per 16 Juni 2025, harga livebird masih fluktuatif dan sebagian besar berada di kisaran Rp15.000–17.000/kg. Padahal HPP peternak berada di kisaran Rp16.935–17.646/kg. 

"Situasi ini tidak normal. Jika harga jual livebird terus berada di bawah HPP, maka akan mengancam keberlanjutan usaha peternak mandiri," tegas Agung 

Bagi Agung, kondisi ini bukan semata akibat ketidakseimbangan pasokan dan permintaan, namun lebih banyak dipengaruhi oleh faktor non-teknis seperti psikologi pasar dan praktik tata niaga yang tidak efisien.

Kementan mendapati bahwa rantai pasok livebird relatif panjang dan masih didominasi oleh peran broker dengan margin perdagangan mencapai lebih dari 67 persen. 

Sementara itu, Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf menyampaikan, pihaknya bersama Kementan telah melakukan monitoring lapangan ke pusat penjualan livebird perusahaan integrator di wilayah Banten dan Jawa Barat. 

Temuan di lapangan menunjukkan adanya indikasi praktik manipulatif di pasar, termasuk dugaan persekongkolan antara oknum peternak dan broker yang dengan sengaja membentuk harga di bawah HPP. 

"Ini adalah anomali pasar yang tidak bisa dibiarkan. Harga jual livebird harus mencerminkan biaya produksi yang adil," ujar Helfi Assegaf 

Helfi memastikan akan mengawal ketat harga livebird yang telah disepakati dalam pertemuan ini. "Jika di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atau perubahan harga secara sepihak yang mengandung unsur pidana, maka akan diambil langkah hukum, baik dalam bentuk sanksi pidana maupun administratif," tegasnya.

Lebih lanjut, Helfi menjelaskan, pelaku usaha yang terbukti mengarahkan pembentukan harga rendah dan cenderung merugikan pihak lain dapat dikategorikan sebagai perilaku monopoli sehingga akan ditindak tegas secara hukum. 

Sementara pada aspek upaya stabilisasi pasokan dan harga, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawa, mengingatkan kepada pelaku usaha agar komitmen dan konsekuen terhadap kesepakatan harga livebird minimal di atas HPP dan berupaya menjaga tetap stabil.  

Ketut juga menyoroti langkah stabilitas pasokan dan harga livebird tersebut dapat selaras dengan pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis. Sehingga hasil produksi peternak terserap secara optimal dan kesejahteraan mereka dapat meningkat. 

"Dengan begitu, penyerapannya bisa lebih optimal, distribusi menjadi lebih merata, dan kesejahteraan peternak dapat meningkat secara berkelanjutan. Ini adalah momentum penting untuk menyinergikan kebijakan pangan dengan kepentingan peternak rakyat," kata Ketut. 

Sebagai bagian dari kebijakan stabilisasi jangka panjang, Kementan terus mendorong implementasi Permentan Nomor 10 Tahun 2024 dapat dipatuhi oleh seluruh pelaku usaha perunggasan. Permentan tersebut mengatur proporsi distribusi DOC FS  minimal 50 persen untuk peternak eksternal (mandiri) dan maksimal 50 persen untuk internal dan kemitrannya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI