Anggota DPR Ingatkan Aplikator Harus Punya Dasar Hukum untuk Melakukan Pungutan

Laporan: Juven Martua Sitompul
Sabtu, 14 Juni 2025 | 10:49 WIB
Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu (SinPo.id/ eMedia DPR RI)
Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu (SinPo.id/ eMedia DPR RI)

SinPo.id - Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu mengingatkan aplikator transportasi daring harus punya dasar hukum yang jelas untuk memberlakukan pungutan di luar potongan komisi pengemudi.

"Sebagai negara hukum, kita sama-sama tahu bahwa 'lumrah' bukanlah dasar hukum bagi siapapun untuk dibiarkan memungut uang secara terorganisir, masif, terus menerus, dan dalam jumlah yang sangat besar," kata Adian dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 14 Juni 2025.

Adian menyentil pungutan yang diistilahkan aplikator sebagai 'biaya kelumrahan'. Pungutan itu diambil dari biaya platform, biaya perjalanan aman, dan biaya hijau.

Sorotan ini muncul setelah konferensi pers aplikator bersama Menteri Perhubungan pada 19 Mei 2025. Saat itu, terungkap adanya pungutan kepada konsumen di luar potongan 20 persen dari pengemudi.

Aplikator beralasan bahwa biaya-biaya tersebut, seperti 'Platform Fee' atau biaya layanan aplikasi adalah hal yang lumrah dipungut dalam bisnis aplikasi.

Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI ini menjelaskan dari tampilan layar konsumen saat memesan kendaraan roda dua, seringkali terlihat biaya tambahan seperti Rp2.000 untuk jasa aplikasi, Rp1.000 untuk biaya perjalanan aman, dan Rp500 untuk biaya hijau.

Ketiga biaya inilah yang diasumsikan tidak dipotong dari komisi pengemudi, melainkan dipungut langsung dari konsumen dengan dalih 'kelumrahan'.

Guna menghitung estimasi pemasukan dari biaya ini, Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu merujuk pada data Kominfo dalam FGD dengan Badan Aspirasi Masyarakat, yang menyebutkan sekitar 7 juta pengemudi daring (motor dan mobil) menggunakan berbagai aplikasi.

"Biar mudah menghitungnya, kita anggap saja semuanya menggunakan angka-angka motor atau roda dua, yaitu Rp2.000 biaya jasa aplikasi, Rp1.000 biaya perjalanan aman, dan Rp500 biaya hijau, atau rata-rata total sekitar Rp 3.500 per sekali perjalanan," kata Adian.

Dia mengasumsikan bahwa 7 juta pengemudi tersebut rata-rata hanya melakukan satu kali perjalanan setiap hari. Dengan demikian, setiap hari ada 7 juta konsumen yang dikenakan biaya lumrah sebesar sekitar Rp3.500.

"Dari angka-angka tersebut, total per harinya bisa mencapai Rp24,5 miliar, atau sekitar Rp8,9 triliun per tahun," kata Adian.

Dia mengakui bahwa hitungan ini masih bersifat garis besar, sederhana, dan didominasi asumsi, mengingat aplikator tidak membuka seluruh datanya.

Oleh karena itu, Legislator Dapil Jawa Barat V ini juga berharap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPR nanti, semua angka tersebut bisa diuraikan lebih detail oleh aplikator agar lebih mendekati kebenaran. Dia menegaskan angka-angka pemasukan tersebut belum termasuk potongan yang berdasarkan hukum.

"Semoga terbayang jika yang lumrah dan yang berdasarkan hukum digabungkan, maka jangan heran jika kita akan temukan angka yang sangat fantastis diterima aplikator," katanya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI