Izin Tambang di Raja Ampat, Senayan Minta Pemerintah Utamakan Ekosistem
SinPo.id - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Wahyudin Noor Aly, mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam menerbitkan izin usaha pertambangan, khususnya di wilayah-wilayah dengan ekosistem sensitif seperti Raja Ampat. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan sebagai prinsip dasar tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan.
“Kalau tidak bisa melestarikan, minimal jangan merusak,” ujar Wahyudin Noor Aly, yang kerap disapa Goyud, dalam pernyataan resmi, Minggu, 8 Juni 2025.
Pernyataan Goyud itu merespons tren hilirisasi nikel yang kini menyasar kawasan konservasi di Papua Barat. Ia menyebut Raja Ampat sebagai surga dunia ciptaan Tuhan yang menjadi titipan untuk generasi mendatang. “Itu warisan untuk anak cucu kita, jangan sampai kita rusak hanya karena ambisi sesaat,” ujar Goyud menambahkan.
Menurut dia, hilirisasi yang diklaim sebagai bagian dari transisi menuju energi terbarukan tak boleh mengorbankan ekosistem laut dan pesisir. Ikan, terumbu karang, serta pariwisata alam yang menjadi andalan ekonomi lokal berisiko rusak jika proyek pertambangan tidak dikaji secara holistik. “Raja Ampat bukan sekadar lokasi tambang potensial, tapi juga ruang hidup nelayan, habitat biodiversitas laut, dan kawasan strategis pariwisata,” ujar Goyud mengingatkan.
Ia juga menyinggung pentingnya konsistensi pemerintah terhadap visi "ekonomi hijau" yang menjadi bagian dari Asta Cita Presiden Prabowo. Konsep ini, kata dia, harus diterjemahkan ke dalam kebijakan tata ruang dan regulasi yang berpihak pada lingkungan.
Goyud mengingatkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, secara eksplisit mewajibkan pertimbangan ekologis dalam pemberian izin lokasi.
“Pasal 17 ayat 2 menegaskan bahwa izin lokasi harus mempertimbangkan kelestarian ekosistem, masyarakat lokal, nelayan tradisional, dan kepentingan nasional,” ujar Goyud menjelaskan.
Ia mendesak agar proyek hilirisasi nikel di Raja Ampat dikaji ulang, baik dari aspek teknis, ekologis, maupun sosial. “Aturan tata ruang harus mengikuti lanskap lingkungan, bukan sebaliknya.
"Karena kalau sudah rusak, alam tidak bisa kembali seperti semula,”katanya. (*)
