KPK di Jalan Sunyi

Opini

Oleh: Ria
Senin, 05 Oktober 2020 | 12:31 WIB
Irma Suryani Chaniago, mantan anggota DPR RI dari F-NasDem
Irma Suryani Chaniago, mantan anggota DPR RI dari F-NasDem

sinpo, 

 

KPK di Jalan Sunyi

Oleh : Irma suryani Chaniago

(Mantan Anggota DPR RI dari F-NasDem)

 

TARGET revisi UU KPK adalah untuk “memperkuat” dan agar KPK memiliki Landasan Hukum yang jelas dalam pelaksanaan pemberantasan korupsi, sedangkan “ pengawasan dan pencegahan” hanyalah sebagai value aded (nilai tambah) dari tugas KPK. Karena sejatinya KPK adalah “Komisi Pemberantasan Korupsi” bukan “Komisi Pencegahan  korupsi”

Nawaitu dari Revisi UU KPK yang ingin Memperkuat ( bukan memperlemah) adalah juga untuk meletak kan visi misi KPK sebagai lembaga yg membantu pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi,

Namun karena pembentukan awal nya tidak dipersiapkan dengan baik, sehingga akhirnya KPK menjadi lembaga yg “ Super Body” lembaga yang seolah olah bisa menghitam putih kan seseorang ! (memgerikan memang ) karena oknum oknum di dalamnya menjadi kebal hukum dan merasa berada diatas hukum itu sendiri. Meski demikian KPK sebelum revisi tentu juga ada kelebihan nya disamping begitu banyak kekurangan nya.

Pada Revisi UU, Pegawai KPK merupakan ASN, sehingga dikhawatirkan ada resiko independensi terhadap pengangkatan, pergeseran dan mutasi pegawai saat menjalankan tugasnya, poin ini menurut saya justeru merupakan bagian dari penguatan karena sebagai ASN target kinerja mereka adalah target pemerintah bukan target oknum sebagaimana yang terjadi sebelum UU direvisi.

Pada pasal terkait “ Pimpinan KPK bukan lagi Penyidik dan Penuntut Umum sehingga akan beresiko pada tindakan-tindakan pro justicia dalam pelaksanaan tugas Penindakan, menurut hemat saya, seharusnya pimpinan KPK tetap diposisikan sebagai penyidik namun penuntut umum nya diserahkan pada kejaksaan, agar ada check and balance dan tdk jeruk makan jeruk.

Terkait Penyelidik tidak lagi dapat mengajukan pelarangan terhadap seseorang ke Luar Negeri. Hal ini beresiko untuk kejahatan korupsi lintas negara dan akan membuat para pelaku lebih mudah kabur ke luar negeri saat Penyelidikan berjalan, faktanya setelah revisi joko candra bisa berkeliaran dan oknum kejaksaan agung malah berani jual beli fatwa

Demikian juga dengan Pemangkasan kewenangan Penyadapan
Penyadapan tidak lagi dapat dilakukan di tahap Penuntutan dan jadi lebih sulit karena ada lapis birokrasi. Jika UU ini diberlakukan, ada 6 tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu, yaitu:

    •    Dari penyelidik yang menangani perkara ke Kasatgas
    •    Dari Kasatgas ke Direktur Penyelidikan
    •    Dari Direktur Penyelidikan ke Deputi Bidang Penindakan
    •    Dari Deputi Bidang Penindakan ke Pimpinan
    •    Dari Pimpinan ke Dewan Pengawas
    •    Perlu dilakukan gelar perkara terlebih dahulu

Terdapat resiko lebih besar adanya kebocoran perkara dan lamanya waktu pengajuan Penyadapan, sementara dalam penanganan kasus korupsi dibutuhkan kecepatan dan ketepatan, terutama dalam kegiatan OTT.

Setelah revisi tidak ada lagi OTT dan tidak ada lagi koruptor yg ditangkap, sementara  ada oknum gubernur baru satu tahun menjabat sdh punya istal kuda dan bebas gunakan gratifikasi sekeluarga naik jet pribadi pengusaha batubara. Padahal saya tau pasti pada saat pilkada untuk bayar uang saksi saja dibantu kanan kiri. Pertanyaan nya dimana KPK saat ini ? Wallahualam wisawab ..

Jalan sunyi KPK adalah jawaban dari revisi atau petugas KPK mmg sedang menikmati posisi aman dengan hanya puas  menjadi tongkat pengusir tikus tikus gudang saja.sinpo

Komentar: