Revisi UU Kejaksaan, Eks Pimpinan KPK: UU yang Ada Tak Dijalankan dengan Baik
sinpo, JAKARTA, Mantan Wakil Ketua KPK, Zulkarnain menyoroti Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004, khususnya terkait kewenangan penyelidikan dan penyidikan. Bahwa dulu jaksa diberikan wewenang penyidikan tapi tidak dijalankan secara maksimal. Dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Waktu zaman KUHAP masa kolonial Belanda yakni HIR (Herzien Inlandsch Reglement), itu memang jaksa diberikan kewenangan penyidikan semua tindak pidana umum dan polisi sebagai pembantu penyidik jaksa. “Tapi itu tidak dikerjakan secara baik dan optimal, sehingga muncullah KUHAP dan integritas bermasalah,” tegas Zulkarnain kepada wartawan, Sabtu (3/10/2020). Menurut dia kewenangannya saat itu besar tapi profesionalitasnya kurang dan integritasnya rendah, maka kewenangan itu tidak ada artinya. Justru, dikhawatirkan menimbulkan resiko yang tinggi. “Sebetulnya kewenangan dibuat banyak tapi tidak dilaksanakan secara baik,” kata Zulkarnaen kecewa. Oleh karena itu, Zulkarnain menyarankan kalau memang belum ada kepentingan mendesak sebaiknya cukup memakai aturan yang ada. Sebab, masih ada yang lebih penting yang harus dibahas yakni soal aturan perampasan aset pelaku korupsi, atau UU Pemberantasan Tipikor yang ada direvisi. “Saran saya, kalau belum penting-penting amat ya cukup yang lama. Ada yang penting sekarang, kalau negara ini mau cepat bebas dari korupsi ya lebih penting UU Perampasan Aset. Itu sangat penting sekali untuk merampas harta pelaku koruptor. Jadi arah politik hukumnya secara umum kurang pas. Ada yang lebih penting tapi tidak dikerjakan,” ungkapnya. Khusus perkara tindak pidana korupsi, Zulkarnain menyebut bahwa jaksa memang diberikan wewenang untuk melakukan penyidikan include dengan penyelidikan termasuk kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kalau KPK kan khusus untuk pemberantan tipikor yang extraordinary dalam batas-batas perkara yang besar, termasuk tipikor yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sendiri. Selain itu, Polri dan jaksa kan berwenang juga menyidik tipikor. Malah dia sebetulnya tidak dibatasi mau besar atau kecil,” pungkasnya.

