Dituntut 14 Tahun, Kuasa Hukum Lisa Rahmat: Tak Ada Alat Bukti yang Sah
SinPo.id - Tim kuasa hukum Lisa Rahmat, Andi Syarifuddin menyoroti tuntutan jaksa penuntut umum terhadap kliennya dalam kasus suap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memutus bebas terdakwa Ronal Tanur.
Andi menilai bahwa tuntutan ini tak layak lantaran proses hukum yang berjalan saat ini cacat formil dan substansial. Bagi Andi, seharusnya Lisa Rahmat diputus bebas.
Andi pun membeberkan dakwaan terhadap Lisa Rahmat yang didakwa dengan dua perkara, yakni memberikan suap kepada tiga hakim, serta melakukan permufakatan jahat bersama Zarof Ricar dalam penanganan kasasi Ronal Tanur di Mahkamah Agung.
Tim kuasa hukum berpendapat, selama persidangan tidak ada satu pun alat bukti utama dari lima jenis alat bukti sah (saksi, surat, keterangan ahli, petunjuk, pengakuan) yang menunjukkan Lisa benar-benar melakukan tindak pidana tersebut.
“Kami tidak menemukan fakta yuridis bahwa klien kami, Lisa Rahmat, melakukan tindak pidana suap seperti yang didakwakan. Tidak ada dua alat bukti sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP. Ini berarti secara hukum, Lisa Rahmat harus diputus bebas,” kata Andi Syarifudin kepada wartawan, Kamis, 30 Mei 2025.
Andi juga menyatakan dalam persidangan terungkap bahwa kasus suap yang dituduhkan kepada Lisa tidak terjadi dalam kondisi tertangkap tangan sebagaimana dimaksud dalam KUHAP.
Namun, penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan dilakukan beberapa bulan setelah peristiwa, menurur Andi, dilakukan tanpa surat perintah yang sah.
Bahkan, barang bukti utama seperti catatan dan ponsel disita tanpa prosedur sah. Menurut kuasa hukum, ini bertentangan dengan prinsip due process of law dan asas legalitas dalam hukum pidana.
Oleh karena itu, proses tersebut dianggap melanggar ketentuan hukum acara pidana.
“Penangkapan dan penyitaan dilakukan tanpa penyelidikan dan penyidikan yang sah. Ini adalah cacat hukum yang serius. Apa pun yang terjadi setelahnya tidak bisa dijadikan dasar hukum yang sah untuk menghukum seseorang,” kata Andi.
Selain itu, pada persidangan juga terungkap bahwa ahli pidana yang dihadirkan mendukung argumen pembelaan. Ahli menyatakan bahwa bukti permulaan seperti chat dan catatan pribadi tidak dapat berdiri sendiri dan harus didukung oleh minimal dua alat bukti utama yang sah.
“Jika hanya berdasarkan chat dan catatan tanpa didukung dua alat bukti utama, maka proses hukum ini seharusnya dihentikan di tahap penyelidikan. Itu disampaikan langsung oleh ahli pidana yang kami hadirkan di pengadilan,” kata Andi.
Andi juga menuoroti saksi fakta yang dihadirkan jaksa penuntut umum tidak memberikan kesaksian langsung. Saat ditanya soal keterlibatan Lisa, mereka menyatakan “tidak tahu” dan “tidak melihat langsung.”
“Tidak ada satu pun saksi yang melihat atau mendengar Lisa menyerahkan uang kepada hakim. Ini memperkuat bahwa dakwaan tidak didukung bukti yuridis apa pun,” ujar sang kuasa hukum.
Sekiranya, tak satu pun dari lima alat bukti sebagaimana diatur KUHAP dapat membuktikan dakwaan antara lain: Saksi: Tidak ada yang menyaksikan Lisa memberikan suap.
"Surat: Tak ada bukti transfer, kwitansi, atau surat elektronik," kata dia.
"Keterangan Ahli: Tidak ada hasil forensik yang membuktikan uang berasal dari Lisa. Petunjuk: Tidak ada keterkaitan antar keterangan saksi. Pengakuan: Lisa tidak pernah mengakui memberi uang kepada hakim," jelasnya.
Pengakuan Hakim Erintua Damanik jiga menurutnya tidak sah, karena ia adalah terdakwa sendiri dan sempat membantah menerima uang.
Kuasa hukum juga mengungkap bahwa perubahan pengakuan Damanik terjadi setelah ia dipindahkan ke tahanan yang lebih nyaman.
Sementara untuk permufakatan jahat dengan Zarof Ricar. Andi menilai keduanya bukan penyelenggara negara atau PNS, sehingga tidak memenuhi unsur pidana dalam UU Tipikor.
“Permufakatan jahat dalam perkara suap harus melibatkan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenangnya. Klien kami bukan penyelenggara negara. Maka dakwaan ini seharusnya gugur demi hukum,” ujar kuasa hukum.
“Tuntutan yang menyatakan Lisa bersalah sangat bertentangan dengan fakta persidangan dan prinsip keadilan. Hukum harus dijalankan dengan kejujuran dan bukti, bukan asumsi dan tekanan. Klien kami dituntut 14 tahun tanpa dua alat bukti sah, hanya karena dianggap tidak kooperatif. Ini tidak adil,” tukas dia.
