Bahlil Sebut Impor Migas Indonesia Capai US$40 Miliar per Tahun

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 21 Mei 2025 | 22:32 WIB
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (SinPo.id/ Dok. ESDM)
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (SinPo.id/ Dok. ESDM)

SinPo.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa lifting minyak Indonesia di 2024 hanya mencapai 580 ribu barel per hari, atau anjlok dibandingkan tahun 1996-1997 yang bisa mencapai 1,5-1,6 1,6 juta barel per hari. Akibatnya, Indonesia harus impor migas setiap tahun hingga US$ 40 miliar atau setara Rp 650 triliun.

"Di tahun 2024 lifting kita kurang lebih sekitar 580 ribu barel dan konsumsi kita sekitar 1,6 juta barel. Impor kita setiap tahun untuk oil and gas menghabiskan kurang lebih sekitar US$35 miliar sampai dengan US$40 miliar. Artinya, posisi di tahun 199-1997 dengan 2024 sekarang berbanding terbalik," kata Bahlil dalam Konvensi dan Pemeran Tahunan ke-49 Indonesian Petroleum Association (IPA), Rabu, 21 Mei 2025.

Bahil memaparkan, pada tahun 1996-1997, dengan lifting minyak mencapai 1,6 juta per hari, angka konsumsi hanya 500 ribu barel per hari. Bahkan, di era tersebut, pendapatan negara dari sektor migas mencapai 40 persen.

Karena itu, lanjut Bahlil, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan Kementerian ESDM untuk menaikkan lifting migas nasional menjadi 900 ribu hingga 1 juta barel per hari pada tahun 2029-2030. Hal ini demi mengurangi beban anggaran negara akibat impor energi.

Bahlil menyampaikan, potensi untuk mencapai target seperti yang disampaikan Presiden Prabowo, dapat digali dari total cekungan di Indonesia yang mencapai 128. Dimana, 68 cekungan dari total cekungan tersebut, belum tergarap sama sekali.

"Izinkan saya melaporkan kepada Bapak Presiden bahwa potensi migas kita dari 128 cekungan itu masih ada 68 cekungan yang belum diapa-apain," ucapnya.

Untuk itu, lanjut Bahlil, pemerintah menyiapkan tender untuk 60 wilayah kerja baru dalam 2-3 tahun ke depan.

"Nah, 60 ini, atas arahan Bapak Presiden, kami mohon arahan kalau memang bisa kita cepat laksanakan maka kita akan lakukan," imbuh Bahlil.

Bahlil menyebut sejumlah wilayah potensial, termasuk Selat Makassar dan Laut Natuna yang memiliki cadangan gas cukup besar. Di wilayah tersebut memiliki cadangan gas hingga 222 TCF.

"Di Natuna itu ada sekitar gas kita itu ada sekitar 222 TCF. Namun, memiliki CO2 72 persen, ada yang 45 persen bahkan minyaknya ada yang 30.000 barel. Artinya apa? cadangan kita masih cukup luar biasa," tukas Bahlil.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI