Okta Kumala Minta Penipuan Penjualan Starlink Online Ditindak Tegas
SinPo.id - Anggota DPR RI Komisi I Okta Kumala Dewi menyampaikan keprihatinan mendalam terkait kasus penipuan online yang mencatut nama layanan internet satelit Starlink di Indonesia.
Kasus ini dinilai meresahkan karena memakan korban di daerah pemilihannya, Banten III (Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan).
"Kami menerima aduan dari masyarakat di dapil Banten III yang menjadi korban penipuan penjualan Starlink Indonesia," kata Okta dalam keterangannya, Jakarta, Senin, 19 Mei 2025.
Legislator dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menuturkan modus penipuan itu dilakukan secara profesional, bahkan diiklankan melalui Instagram dengan nama akun 'indonesiastarlink'.
Para pelaku menggunakan akun bank BRI atas nama PT Starlink Indonesia dan mencatut nama salah satu cargo dalam proses pengiriman untuk lebih meyakinkan pembeli.
Untuk itu, Okta mendesak Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) serta Polri segera melakukan langkah konkret dalam memberantas dan menindak para pelaku penipuan online yang semakin merajalela.
"Penipuan online seperti ini merugikan masyarakat secara materiil dan psikologis. Saya meminta Komdigi dan Mabes Polri segera melakukan investigasi, mengungkap jaringan pelaku, serta menindak tegas agar tidak ada lagi korban yang tertipu," tegas Okta.
Selain itu, Okta meminta Komdigi menekankan kepada Meta Indonesia dan Starlink agar lebih selektif dan ketat dalam memantau akun yang mengatasnamakan mereka serta menyetujui iklan yang muncul di platform mereka. Langkah ini penting guna memastikan keamanan dan kenyamanan pengguna internet di Indonesia.
"Saya juga mengimbau agar Meta dan Starlink meningkatkan pengawasan terhadap akun, iklan dan sosialisasi produk starlink agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Jika ada agen ataupun distributor resmi Starlink harus diverifikasi dan dipublikasi secara resmi yang mana saja.Jangan sampai konsumen terjebak oleh modus yang semakin canggih," ucapnya.
Kasus penipuan dengan modus serupa juga telah terjadi di beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Myanmar, Thailand, dan Kamboja. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini bersifat lintas negara dan memerlukan koordinasi yang lebih luas antara pemerintah, platform digital, dan perusahaan penyedia layanan.
"Kasus semacam ini sedang marak di asia tenggara, artinya bisa saja ini termasuk dalam sindikat kriminalitas internasional. Saya meminta semua pihak untuk berhati-hati dan sangat perlu koordinasi serta keterlibatan semua pihak agar tindakan kriminalitas ini tidak memakan korban di Indonesia," kata Okta.
