HUT ke-16 Tahun, LaNyalla: DPD RI Memperkuat Demokrasi dan Persatuan Masyarakat Daerah

Laporan: Ria
Selasa, 29 September 2020 | 11:49 WIB
Ketua DPD RI AA.LaNyalla Mahmud Mattalitti
Ketua DPD RI AA.LaNyalla Mahmud Mattalitti

sinpo, JAKARTA, Pada tanggal  1  Oktober adalah  hari  bersejarah, karena  16 tahun yang lalu dari  rahim  reformasi telah lahir  Dewan  Perwakilan  Daerah (DPD). DPD   RI   memahami, sebagai   produk   dan   pengawal reformasi,  DPD  RI  mengemban tanggung  jawab  bagi  terjaminnya otonomi  Daerah (Otda) dalam  bingkai  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia (NKRI).

Oleh    karena    itu sejak berdiri    hingga    saat    ini DPD    RI    terus memperjuangkan    kepentingan    daerah    demi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat dan daerah. “Kehadiran  DPD  RI pasca  reformasi telah  memberikan  warna dalam   peta   politik   di   Indonesia.   DPD   RI   hadir   bukan   saja   untuk mengedepankan  kepentingan  daerah,  namun  sebagai  perekat  NKRI  dimana  di  dalamnya  terdapat  daerah-daerah  yang  saling  menguatkan  satu  sama  lain,” demikian Ketua DPD RI AA. LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam sambutannya di HUT ke-16 DPD RI di Jakarta, Selasa (29/9/2020).

Dalam  perjalanannya DPD  RI  menurut LaNyalla, telah  memberikan  penguatan  sistem  demokrasi,  khususnya dalam   hal   menampung   aspirasi   masyarakat   dari   tiap   daerah   dan memperjuangkan untuk kepentingan    bersama,    khususnya    dalam pengambilan kebijakan di tingkat Pusat. DPD  RI juga berperan sebagai lembaga yang memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional.

“Tanpa  terasa  saat  ini  DPD  RI  telah  memasuki  usia  ke-16,  walau masih   termasuk   muda,namun   banyak   hal   yang   telah   DPD   RI perjuangkan   demi   kepentingan   daerah. Sejak   kelahirannya sampai dengan  Agustus  2020,  DPD  telah  mengartikulasikan  kepentingan daerah  dengan  menghasilkan 749  keputusan  yang  meliputi  104  usul inisiatif   Rancangan   Undang-Undang   (RUU),” jelas LaNyalla.   

Selain   itu   DPD telah menghasilkan  265  Pandangan  dan  Pendapat  DPD  RI  atas  RUU  tertentu yang berasal dari Pemerintah dan DPR, serta 23 pertimbangan DPD RI atas  RUU  bidang  Pendidikan  dan  Agama, dan 241  hasil  pengawasan DPD  RI  atas  pelaksanaan  Undang-Undang  tertentu, juga  pertimbangan DPD  RI  yang  terkait  anggaran  sebanyak  88 pertimbangan, serta  11 Usulan Prolegnas, dan 17 Rekomendasi DPD RI.

Memasuki periode  keempat keanggotaan  DPD  RI,  pembenahan khususnya dalam mendorong penguatan DPD RI terus dilakukan. Salah satunya melalui perbaikan     mekanismeinternal kelembagaan. Perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, telah memberikanpenambahan penguatan peran dan fungsi  DPD RI  melalui pengawasan  DPD  RI  dalam   melakukan pemantauan dan evaluasi atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)dan Peraturan Daerah (Perda).

Sehubungan  dengan  penugasan  baru  tersebut kata LaNyalla, DPD  RI  telah membentuk alat  kelengkapan Badan  Urusan  Legislasi  Daerah  (BULD)  yang  memiliki  tugas  dan  kewenangan  melakukan  pemantauan  dan evaluasiterhadap Rancangan Peraturan Daerahdan Peraturan Daerah agar  selaras  dengan  peraturan  perundang-undangan,sehingga diharapkan  tidak  ada  lagi  Perda  yang  dibatalkan  karena  tidak  sejalan dengan peraturan diatasnya.

“DPD  RI  mengakui  bahwa  kewenangan  baru  tersebut merupakan tantangan  tersendiri  yang  harus  dapat  dijawab  oleh  DPD  RI  sebagai mitra    daerah.    DPD    RI    ingin    menegaskan    bahwa    kewenangan pemantauan   dan evaluasi   atas   Rancangan   Peraturan   Daerah dan Peraturan  Daerah bukanlah  untuk  meloloskan  atau  mencabut  Perda suatu   daerah,namun   hanya   bersifat   konsultasi   dan   memberikan masukan kepada daerah,” ujarnya.

Selain  itu, DPD  RI  juga  berperan  sebagai mediator/jembatan antara Pemerintah Pusat  dan Daerah  agar  komunikasi  kedua  pihak dapat berjalan  harmoni sehingga  Raperda  dan Perda  yang  dihasilkan dapat selaras dengan peraturan diatasnya.

Sebagai  lembaga  negara  yang  lahir  dari  rahim reformasi,  DPD  RI memiliki tanggung jawab bagi terjaminya implementasi otonomi daerah. Selama  ini  otonomi  daerah (Otda) telah  dimaknai  sebagai  buah  reformasi yang   memberikan   kewenangan   kepada   daerah   untuk   menata   dan mengelola   daerahnya   sendiri, sehingga   menghilangkan   sentralisme kekuasaan  dan  pemerintahan.  

DPD  RI  menilai  saat  ini  masih  terdapat “pekerjaan rumah” yang belum  selesai,yaitu dengan  masih  berlakunya Moratorium pembentukan Daerah Otonom Baru atau DOB. Sejak tahun 1999  hingga tahun 2014  terdapat  223 DOB.  Jumlah ini terdiri dari 8  provinsi, 181 kabupaten, dan 34 kota. Namun dari hasil evaluasi Kemendagri-Bappenas, terdapat banyak    daerah    yang menggantungkan perekonomiannya dari APBN dikarenakan Pendapatan  Asli  Daerahnya  (PAD) lebih  kecil  dari  dana  transfer  pusat.  

“Oleh sebab itu, pemerintah memberlakukan Moratorium sejak tahun 2014. DPD  RI  memandang  hal  ini  sebagai  tantangan bagi daerah  untuk berbenah   diri   dalam   meningkatkan   pendapatan   daerahnya   melalui inovasi dan kebijakan daerah yang tepat dalam menggali potensi daerah yang dapat diunggulkan dalam meningkatkan pendapatan daerah,” ungkapnya.

DPD RI juga mendorong pemerintah pusat untuk membantu dan bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah,sehingga  daerah  tidak selalubergantung  kepada pendanaandari pusat.

Untuk itu lanjut LaNyalla, DPD RI mendorong terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang   Tata   Cara   Pembentukan,   Pemekaran   dan   Penggabungan Daerah serta  Peraturan  Pemerintah  tentang Desain  Besar  Penataan Daerah  (Desartada)  sebagai kebijakan  nasional  yang  berperan  sebagai roadmap  penataan  daerah  otonom  di  Indonesia hinggatahun  2025.

Melalui  kedua  PP  tersebut diharapkan akan  memberikan  rambu-rambu mengenai   penilaian   kelayakan   terhadap   usulan   pemekaran   daerah dimana pemekaran daerah akan dikaji dari berbagai aspek strategis dari sudut   kepentingan   nasional,   kepentingan   daerah   dan   kepentingan sosial-ekonomi.  

Selain  itu  DPD  RI  mendorong  terbitnya  kedua  PP tersebut  dikarenakan  hingga  saat  ini  belum  ada  PP  yang  diterbitkan terkait  Undang-Undang  Nomor  23  Tahun  2014  Tentang  Pemerintahan Daerah, padahal menurut Undang-Undang tersebut PP harus diterbitkan 2 tahun setelah Undang-Undang tersebut disahkan.

Seperti  kita  ketahui  bersama  bahwa  kewenangan  DPD  RI  telah bertambah  seiring  dengan  dua Putusan  MK yaitu Nomor92/PUU-X/2012 dan No. 79/PUU-XII/2014dimana dari dua PutusanMKtersebut menegaskan  bahwa  DPD  RI  memiliki  kewenangandalam menyusun dan  membahas RUUterkait dengan  otonomi  daerah,  hubungan  pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan  sumber  daya  alam  dan  sumber  daya  ekonomi  lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.Saat  ini pembahasan    RUU  secara  tripartit  pada  setiap  tahun sidang telah dilaksanakan  sesuai  perintah  Undang-Undang khususnya RUU  yang  merupakan  bidang  tugas  DPD  RI.  

Untuk  itu  dalam  kegiatan ini  kami  berharap  agar  mekanisme  kerja perlu diformulasikan secara khususantara  DPR,  DPD  dan  Pemerintahagar  dapat  dihasilkan  UU yang lebih berkualitas. Sebagai produk  reformasi  yang  memiliki  tanggung  jawab  untuk mengawal  asas  desentralisasi  dan  otonomi  daerah,  sebagai  antitesis sentralisasi,  DPD  RI  senantiasa  mengedepankan  dan  memperjuangkan kepentingan  daerah  demi  tercapainya  kesejahteraan  daerah.

DPD  RI hadir  dari  daerah  untuk  Indonesia,  sebagai  wujud  dari  partisipasi  dan kontribusi  daerah  sebagai  bagian  integral  dari  NKRI.  Untuk  itu  kepada seluruh  Anggota  DPD  RI,  kami  mengingatkan  untuk  terus  menjaga marwah  dan  martabat  DPD  RI  dengan  bersikap  sebagai  negarawan, yang sebenar-benarnya wakil rakyat dan daerah yang non-partisandan tetap  terus  memperjuangkan  aspirasi  masyarakatdan  daerah  untuk kesejahteraan masyarakat dan daerah yang diwakilinya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI