Apindo Dorong Penguatan Pasar Domestik di Tengah Perang Dagang
SinPo.id - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, Indonesia memiliki peluang strategis di tengah perang dagang global. Ia mendorong penguatan kebijakan domestik dan peningkatan daya saing ekspor.
"Kita jangan terlalu bergantung pada kesepakatan yang belum pasti. Fokus kita seharusnya pada memperkuat posisi dalam negeri dan menjaga kestabilan pasar domestik," kata Shinta dalam keterangannya, Rabu, 14 Mei 2025.
Shinta mengingatkan, Indonesia tidak boleh terlena dengan meredanya konflik dagang dua kekuatan ekonomi dunia tersebut. Sebab, arah kebijakan AS dan Tiongkok masih sangat dinamis dan tidak dapat diprediksi.
Selain itu, dengan tarif AS yang tinggi terhadap produk dari Tiongkok (145 persen), Vietnam (46 persen), dan Bangladesh (37 persen), dapat dijadikan mementum untuk mengambil alih pasar produk ekspor Indonesia seperti pakaian dan alas kaki. Sebab, Indonesia saat ini hanya menguasai 4,9 persen pasar pakaian rajutan dan 9 persen pasar alas kaki AS, tertinggal dari Tiongkok dan Vietnam.
Menurut Shinta, Apindo telah menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis kepada pemerintah, termasuk peningkatan hubungan dagang bilateral seperti TIFA, percepatan CEPA, serta penguatan sistem perlindungan domestik melalui mekanisme trade remedies seperti anti-dumping dan safeguard.
Sebagai informasi, AS dan Tiongkok sepakat melakukan pelonggaran tarif secara signifikan selama 90 hari, menandai momen langka dalam konflik dagang berkepanjangan kedua negara dan memberikan harapan baru bagi stabilitas ekonomi jangka panjang.
Kesepakatan tersebut diumumkan dalam suatu pernyataan bersama yang disiarkan oleh pemerintah AS pada Senin, 12 Mei 2025 Kesepakatan itu tercapai setelah negosiasi intensif akhir pekan di Jenewa, Swis.
Kedua negara akan memangkas bea masuk atas produk masing-masing secara drastis. AS akan menurunkan tarif atas barang-barang asal China dari 145 persen menjadi 30 persen, sementara China akan menurunkan tarif atas produk AS dari 125 persen menjadi 10 persen paling lambat 14 Mei.
Meskipun bersifat sementara, kesepakatan itu menjadi langkah paling signifikan dalam upaya meredakan ketegangan dagang selama beberapa tahun terakhir, sekaligus memberi angin segar bagi pasar global yang selama ini dihantui ketidakpastian.
Kedua negara menekankan pentingnya membangun hubungan dagang yang berkelanjutan, jangka panjang, dan saling menguntungkan.

