Kembali dari Gaza, Dokter WNI Beberkan Kondisi di Lapangan

Laporan: Galuh Ratnatika
Selasa, 13 Mei 2025 | 11:35 WIB
Dokter Spesialis Bedah Syaraf asal Indonesia, dr. Dany Airlangga. (SinPo.id/Smart 171)
Dokter Spesialis Bedah Syaraf asal Indonesia, dr. Dany Airlangga. (SinPo.id/Smart 171)

SinPo.id - Dokter Spesialis Bedah Syaraf asal Indonesia, Dany Airlangga, membeberkan kondisi Gaza di bawah serangan Israel saat dirinya menjalankan misi kemanusiaan di Gaza. Menurutnya, apa yang terjadi di Gaza layak disebut sebagai genosida sistematis.

Ia pun mengatakan, butuh 18 tahun persiapan mental dan teknis baginya sebelum bisa menjadi bagian dari tim kemanusiaan. 

Kisah tersebut ia sampaikan dalam seminar "Palestine Day" yang digelar sebagai aksi kepedulian terhadap Palestina, oleh lembaga filantropi SMART 171 berkolaborasi dengan komunitas Baik Berisik dan Temani.id.

“Sejak 2007 saya ingin ke Gaza. 2021 mulai serius menapaki langkahnya. Januari 2025 sudah berangkat tapi tidak bisa masuk perbatasan dan harus kembali pulang, hingga alhamdulillah Maret 2025 bertepatan Ramadan saya bisa masuk dan bertugas di sana," kata Dokter Dany, dikutip Selasa, 13 Mei 2025.

Ia juga menggambarkan krisis kesehatan akibat serangan dan blokade Israel yang menyulitkan, sehingga penanganan terhadap pasien tidak maksimal. Pasalnya, fasilitas, obat, dan perlengkapan sangat terbatas. Bahkan tenaga kesehatan di sana hampir tak ada waktu berisitirahat.

“Sehari bisa lima sampai 10 operasi. Pernah kami dihadapkan dua pasien yang kondisi keduanya sama-sama buruk, buruk sekali, SDM dan ruang operasi hanya bisa memproses satu, sehingga ketika selesai dan mengecek pasien lain, rupanya sudah wafat," ungkapnya.

Sementara itu, dalam sesi berikutnya, seorang perwakilan rakyat Palestina yang berstatus pengungsi di Indonesia menjelaskan bahwa 90 persen wilayah Gaza kini telah hancur total, dengan akses listrik, air, makanan, dan obat-obatan nyaris putus total.

“Rumah sakit jadi target. Dokter ditangkap, disiksa, bahkan dibunuh. Salah satunya adalah dr. Hussam Abu Safiya yang hingga kini dipenjara dan disiksa oleh otoritas Israel,” katanya mengungkapkan.

Oleh sebab itu, Direktur SMART 171 sekaligus dosen jurnalistik Unpad Maimon Herawati, menegaskan bahwa Indonesia bisa bersuara lebih kuat secara diplomatik, karena tekanan internasional perlu terus dimasifkan, terutama dari jalur politik, ekonomi, dan gerakan pemuda. 

“Israel semakin tersudut secara politik dan ekonomi, kabar terbaru adalah Trump (Amerika Serikat) menyepakati gencatan senjata dengan Hamas yang memberi dampak Rafah dibuka selama 70 hari untuk masuknya bantuan kemanusiaan," ungkapnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI