Sahkan Undang-undang Pekerja Rumah Tangga Segera

Mengatur hak pekerja rumah tangga berupa jam kerja yang manusiawi, jam istirahat, libur, ataupun cuti. Termasuk jaminan sosial dan tunjangan hari raya.
SinPo.id - Presiden Prabowo Subianto mengatakan, pemerintah segera mengesahkan rancangan undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga (RUU PPRT.) menjadi undang-undang. Hal itu di sampaikan presiden saat menghadiri peringatan Hari Buruh Mayday 1 Mei lalu. "Mudah-mudahan tidak lebih dari tiga bulan RUU ini (UUPRT) akan selesai kita bereskan," ujar Prabowo saat itu.
Prabowo menyebut DPR melalui alat kelengkapan dewan akan membahas RUU PPRT. "Kita akan segera meloloskan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Wakil Ketua DPR yang hadir, Pak Sufmi Dasco Ahmad, melaporkan ke saya bahwa minggu depan RUU ini segera akan mulai dibahas," ujar Prabowo menegaskan.
Di hadapan masa aksi saat merayakan Mayday, Prabowo menyebut percepatan pembahasan undang-undang itu atas dasar keadilan dan amanat konstitusi melindungi seluruh rakyat, termasuk kelompok pekerja informal yang selama ini rentan.
“Kita harus melindungi semua, termasuk pekerja di rumah tangga. Juga saran dari Pak Jumhur, Undang-Undang perlindungan pekerja di laut, industri perikanan, hingga di kapal-kapal,” katanya.
Dorongan pengesahan RUU PPRT merupakan salah satu target kaum buruh saat menggelar perayaan Mayday. Hal itu disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal, dalam enam isu penting yang diusung dan disampaikan ke Presiden Prabowo Subianto.
“Isu yang dibawa dalam perayaan May Day adalah menghapus outsourcing (tenaga alih daya), pembentukan satuan tugas pemutusan hubungan kerja (satgas PHK), upah yang layak, dan perlindungan buruh dengan mengesahkan RUU (Rancangan Undang-Undang) Ketenagakerjaan yang baru,” kata Said
Menurut Said tuntutan juga mencakup perlindungan hak pekerja rumah tangga melalui pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Selain pemberantasan korupsi melalui RUU Perampasan Aset.
RUU PPRT telah diajukan sejak 2004 selalu masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) setiap periode DPR, namun tak juga berhasil disahkan hingga DPR periode 2019-2024. Undang-undang itu dianggap mendesak sebagai payung hukum untuk melindungi pekerja rumah tangga yang rawan dan rentan terhadap diskriminasi, eksploitasi, serta kekerasan.
Pekerja Rumah Tangga yang Rentan
Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mengatakan, perlindungan hukum bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan agenda keadilan sosial yang belum selesai di Indonesia, sehingga harus segera diselesaikan agar mereka bisa mendapatkan haknya.
"Dalam hubungan kerja, PRT ini adalah warga negara yang sah namun hingga hari ini juga belum mendapatkan perlindungan hukum yang secara layak ya," kata Nurhadi.
Aturan UU PRT, kata Nurhadi mengacu sejumlah sengekta pekerja rumah tangga yang seharusnya sampai ke jenjang pengadilan dan memutuskan keadilan. “Tapi ini tidak terjadi ya karena memang tidak ada undang-undang yang melindungi," kata Nurhadi menambahkan.
Ia mengakui selama ini banyak pekerja rumah tangga yang belum mendapatkan haknya seperti upah yang layak. Mereka juga sering dieksploitasi dan mendapatkan kekerasan fisik maupun verbal. Sedangkan jumlah pekerja rumah tangga juga cukup besar.
" 2024 diperkirakan terdapat 4,2 juta saudara-saudara yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, ini angka yang menurut saya cukup besar ya dan mereka rata-rata menjadi tulang punggung ekonomi bagi keluarganya meninggalkan anak meninggalkan suami," katanya.
Nurhadi menilai RUU PPRT harus segera disahkan. Terlebih RUU PPRT telah menjadi atensi dari DPR sejak lama, termasuk mejadi perhatian Presiden Prabowo Subianto.
Sejumlah Hak PRT yang Perlu diatur
Perwakilan dari Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Ari Ujianto mengatakan pentingnya sejumlah pemenuhan hak-hak pekerja rumah tangga dalam penyusunan RUU PPRT.
Salah satu hak dasar itu ialah hak untuk menjalankan ibadah yang pada praktiknya sulit diimplementasikan. "Bahkan, untuk ibadah saja sulit, padahal ini hal-hal yang mendasar dilindungi oleh konstitusi," kata Ari saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Baleg DPR RI mengenai RUU PPRT bersama sejumlah koalisi masyarakat sipil di kompleks parlemen, Senin 5 Mei 2025.
Selain itu perlunya hak PRT lain yang patut dipenuhi mendapatkan upah berdasarkan kesepakatan. "Jadi, kalau di draf RUU kemarin itu tidak ada UMR (upah minimum regional), UMP (upah minimum provinsi), dan sebagainya, itu kadang-kadang disalah mengerti, disalahpahami, ya. Upah berdasar kesepakatan, tetapi tetap manusiawi," ujar Ari menambahkan.
Ari juga menyebut hak PRT lainnya berupa jam kerja yang manusiawi, harus ada jam istirahat, libur, ataupun cuti berdasarkan kesepakatan. Hal itu ia sampaikan, karena liburan PRT juga tidak setiap pekan. Dalam aturan itu juga penting berlaku Tunjangan Hari Raya (THR) dan jaminan sosial yang dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pihak pemberi kerja.
"Kalau jaminan (sosial) ketenagakerjaan memang harus ada kontribusi dari pemberi kerja, harus ada kesepakatan di situ, tetapi ini gunanya sangat luar biasa jaminan sosial ketenagakerjaan itu," katanya.
Hak PRT lain juga berserikat. Menurut Ari, prinsip keseluruhan RUU PPRT ialah adanya pengakuan PRT sebagai pekerja; perlindungan bagi PRT dan pemberi kerja; hubungan kerja berasaskan kekeluargaan, keadilan, dan gotong royong.
Selain itu, jaminan sosial bagi PRT berupa perlindungan sosial terjamin dan mendapat program subsidi dari pemerintah karena tergolong masyarakat yang rentan dan miskin. Hal itu sebagai pelaksanaan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kedua dan kelima serta PRT tidak ditinggalkan dalam pembangunan. (*)