Industri Tembakau Dinilai Berperan Penting Bagi Keseimbangan Ekonomi Daerah

Laporan: Tri Setyo Nugroho
Rabu, 30 April 2025 | 14:31 WIB
Ilustrasi petani tembakau (SinPo.id/ Dok. KNKT)
Ilustrasi petani tembakau (SinPo.id/ Dok. KNKT)

SinPo.id - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terus menjadi perhatian publik. Pasalnya aturan tersebut berpotensi mempengaruhi jutaan orang yang terlibat dalam industri hasil tembakau, terutama di Jawa Timur.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjukkan atensi serius terkait kebijakan tersebut, menyusul ramainya desakan deregulasi dari banyak pihak di industri hasil tembakau.

Kepala Biro Perekonomian Pemerintahan Provinsi Jawa Timur, Aftabuddin RZ menegaskan, industri tembakau memiliki peran penting bagi perekonomian di wilayahnya. Sebab sektor industri tembakau sebagai tulang punggung ekonomi daerah.

"Kalau kita bicara PDRB, kita akan kehilangan karena 75 persen penduduk Jawa Timur itu bergerak di bidang pengolahan, termasuk industri hasil tembakau yang tidak sedikit sumbangsihnya kepada PDRB Jawa Timur. Terus terang, kita ingin melihat bagaimana kontribusi tembakau dari Jawa Timur," kata Aftabuddin, dalam keterangannya, Rabu, 30 April 2025.

Aftabuddin menuturkan, respons masyarakat terhadap PP 28/2024 di Jawa Timur sangat beragam. Karena itu koordinasi dengan berbagai pihak terkait, baik di tingkat industri maupun di lapangan terus dilakukan untuk mencari solusi terbaik.

Namun, sambungnya, terdapat sejumlah pasal dalam PP 28/2024 secara spesifik menyinggung industri pertembakauan, yang kemudian menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri dan pekerja. 

"Pemerintah Provinsi Jawa Timur khawatir terhadap dampak dari aturan tersebut, mengingat kontribusi signifikan industri hasil tembakau terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur," ungkapnya.

Dia kemudian memaparkan data pendapatan dari cukai rokok yang menunjukkan besarnya kontribusi Jawa Timur bagi pendapatan negara. Dari Rp216,9 triliun cukai yang diterima pemerintah Indonesia, lebih dari 50 persen atau sekitar Rp133 triliun pada 2024 berasal dari Jawa Timur.

Oleh karenanya, dia berharap seluruh pihak diminta untuk berdiskusi secara konstruktif mencari solusi demi kepentingan industri pertembakauan di Jawa Timur tanpa mengabaikan aspek kesehatan masyarakat.

“Kami siap memfasilitasi karena kami sedang mendiskusikan hal yang sedang hangat ini, bagaimana agar tidak ada imbas negatif terhadap industri dan pihak-pihak di dalamnya," kata dia.

Senada dengan hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan, Samukrah menyampaikan ancaman utama yang dihadapi petani tembakau di Madura. 

Menurutnya, regulasi-regulasi yang tidak berpihak, seperti PP 28/2024 dan wacana aturan turunannya seperti kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024.

"Pentingnya melibatkan pihak yang akan diatur dalam proses penyusunan kebijakan. Kebijakan pemerintah disebut bukan peraturan perusahaan yang bisa dibuat sepihak oleh direktur atau komisaris perusahaan," ujarnya.

Samukrah mencontohkan salah satu pasal dalam PP 28/2024 yang dianggap kontraproduktif, yaitu larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Hal itu berdampak dari berbagai kebijakan lain seperti kenaikan tarif cukai yang tinggi yang mengancam keberlangsungan industri tembakau dan petani.

"Jadi asumsi di masyarakat ini justru memberikan ruang kepada rokok-rokok ilegal untuk memproduksi besar-besaran," pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI