Tiga Tuntutan KAMI ke Jokowi Lewat Surat Terbuka Soal Komunisme di Indonesia

Laporan: Lilis
Kamis, 24 September 2020 | 20:06 WIB
Gatot Nurmantyo (Dok. Instagram Gatot Nurmantyo)
Gatot Nurmantyo (Dok. Instagram Gatot Nurmantyo)

sinpo - Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) membuat surat terbuka untuk Presiden Jokowi. Mereka diantaranya, Gatot Nurmantyo, Rochmat Wahab, dan Din Syamsuddin.

Dalam surat tersebut dituliskan setiap September, rakyat Indonesia selalu terngiang dengan kekejaman PKI pada peristiwa pemberontakan Madiun. Kelompok komunis membunuh ulama, santri, dan rakyat tak berdosa yag tak setuju dengan ideologi komunisme.

"Makar dan pemberontakan itu dilakukan PKI, baik prolog maupun epilognya, dengan tindak kekerasan dan kekejaman pembunuhan terhadap rakyat, khususnya para ulama dan santri," kata Gatot dalam surat terbuka, Kamis (24/9/2020).

Ia menilai PKI tak setuju dengan Pancasila. Sehingga ingin menggantikan Pancasila. Begitu pun dengan beberapa waktu terakhir, KAMI melihat ada kebangkitan PKI gaya baru.

"Hal demikian tidak lagi merupakan mitos atau fiksi, tapi sudah menjadi bukti. Anak-cucu Kaum Komunis ternyata sudah menyelusup ke dalam lingkaran-lingkaran legislatif maupun eksekutif. Sebagian mereka sudah berani memutarbalikkan sejarah, dengan menyatakan bahwa PKI adalah korban," katanya.

Ia menuding PKI-lah yang justru lebih dulu membantai para ulama dan santri hingga Jenderal TNI. Apalagi, anak-anak PKI tersebut juga meneriakkan kebanggaan sebagai anak PKI. Ia pun menuntut sejumlah hal pada Jokowi.

"Pertama, Presiden Joko Widodo dan pemerintahan yang dipimpinnya untuk bertindak serius terhadap gejala, gelagat, dan fakta kebangkitan neokomunisme dan/atau PKI Gaya Baru yang sudah nyata dan tidak perlu lagi ditanya, di mana?" katanya.

Kedua, ia meminta agar Presiden Joko Widodo dengan kewenangannya sebagai Presiden meminta DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan tentang RUU Haluan Ideologi Pancasila dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, bahkan agar menarik RUU HIP dari Prolegnas dan tidak memproses RUU tentang BPIP.

"Ketiga, Presiden Joko Widodo sesuai kewenangan yang dimilikinya menyerukan lembaga-lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga penyiaran publik,
khususnya TVRI, untuk menayangkan Film Pengkhianatan G 30-S/PKI dan/atau film serupa agar rakyat Indonesia memahami noda hitam dalam sejarah
kebangsaan Indonesia," katanya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI