Perputaran Judi Online Tembus Rp1.200 Triliun, Okta Kumala: Alarm untuk Bangsa
SinPo.id - Anggota Komisi I DPR RI Okta Kumala Dewi mengaku prihatin atas meningkatnya perputaran transaksi judi online di Tanah Air. Apalagi, transaksi dari praktik haram itu menembus Rp1.200 triliun pada tahun 2025.
Legislator dari Fraksi PAN itu menyebut jumlah fantastis tersebut menjadi alarm bagi bangsa Indonesia. Dana yang begitu besar itu seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membangun sektor-sektor produktif yang halal dan bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi bangsa, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga pemberdayaan ekonomi rakyat.
"Dana sebesar itu, apabila digunakan untuk hal-hal produktif, tentu akan memberikan manfaat luar biasa bagi bangsa. Bayangkan jika Rp 1.200 triliun digunakan untuk pendidikan, rumah sakit, UMKM, atau infrastruktur! Betapa bangsa ini akan melesat. Tapi hari ini, dana sebesar itu habis dalam praktik haram yang merusak moral bangsa dan sendi sosial masyarakat," kata Okta dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu, 26 April 2025.
Wakil Rakyat dari Dapil Banten III itu meminta Satgas Judi Online segera bertindak tegas. Terpenting, tidak memberi ruang bagi situs-situs maupun jaringan judi online di Indonesia.
"Satgas harus bergerak lebih agresif, kolaborasi lintas sektor perlu diperkuat. Mulai dari blokir situs, proses hukum para pelaku tanpa pandang bulu, hingga sosialisasi massif kepada masyarakat soal bahaya judi online," tegasnya.
Selain itu, Okta menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak dalam mengedukasi masyarakat tentang bahaya judi online.
"Kita butuh gerakan berjamaah. Semua stakeholder pemerintah, aparat, masyarakat, media, tokoh agama, hingga dunia pendidikan harus memiliki semangat dan kemauan yang sama untuk memberantas judi online," ucapnya.
Tak hanya berdampak di dalam negeri, Okta juga menyoroti praktik judi online turut berkaitan erat dengan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, khususnya di Kamboja dan Myanmar.
Menurutnya, banyak WNI yang terjebak bekerja sebagai operator atau admin judi online ilegal, dengan risiko penyiksaan bahkan kematian.
"Kasus-kasus TPPO ini menunjukkan bahwa judi online bukan hanya soal kerugian finansial, tetapi juga soal kemanusiaan dan perlindungan WNI di luar negeri," ucapnya.
Mengakhiri pernyataannya, Okta menegaskan bahwa memberantas judi online harus menjadi prioritas nasional. Tanpa langkah tegas dan gerakan bersama, bangsa ini akan menghadapi kerugian ekonomi, kerusakan moral, dan tumpulnya penegakan hukum yang lebih parah di masa depan.

