Buntut Kasus Dokter Priguna, BPOM Sidak Instalasi Farmasi RSHS Bandung
SinPo.id - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar bersama tim melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, sebagai respons terhadap kekhawatiran publik pasca dugaan penyalahgunaan obat anestesi dalam kasus dokter Priguna Anugerah Pratama (31).
Taruna mengatakan, tujuan sidak ini untuk memastikan sistem pengelolaan obat di rumah sakit pendidikan berjalan sesuai regulasi. Obat keras seperti obat anestesi atau yang lebih dikenal dengan obat bius, harus diawasi pengelolaannya secara ketat.
"Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis," tegas Taruna dalam keterangannya, Sabtu, 19 April 2025.
Taruna menerangkan, pdengelolaan obat di rumah sakit dilakukan sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Peraturan ini dibuat untuk melindungi masyarakat dari risiko obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi yang tidak terjamin keamanan, khasiat, dan mutu serta penyimpangan pengelolaan obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian termasuk di rumah sakit.
Tim BPOM melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pengelolaan obat yang meliputi sistem pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyerahan, pengembalian, pemusnahan, dan pelaporan obat di Instalasi Farmasi RSHS.
Taruna memastikan, BPOM akan terus meningkatkan sinergi dengan rumah sakit pendidikan, institusi kesehatan, dan perguruan tinggi untuk memperkuat pengawasan serta edukasi dalam penggunaan obat.
"Tanpa kolaborasi dengan rumah sakit sebagai mitra utama dalam melaksanakan pengelolaan obat yang baik, pengawasan BPOM tidak akan efektif dalam menjaga mutu dan pengamanan rantai suplai obat yang beredar di masyarakat," ucapnya.
Lebih lanjut, Taruna menekankan, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) memegang peran super penting dalam memastikan obat yang diterima dan dikonsumsi oleh pasien di rumah sakit. IFRS merupakan garda terdepan dalam menjaga ketersediaan obat yang berkhasiat, aman, dan berkualitas untuk masyarakat.
"Langkah tegas akan diambil jika ditemukan pelanggaran. Kami tidak ingin ada celah sedikitpun dalam pengawasan obat-obatan, apalagi yang menyangkut keselamatan nyawa pasien," tegas Taruna.
BPOM berkomitmen untuk menjaga kualitas dan keamanan obat di semua lini pelayanan kesehatan, sekaligus mendorong rumah sakit pendidikan seperti RSHS untuk menjadi contoh pengelolaan sediaan farmasi yang akuntabel dan transparan. BPOM siap mendampingi rumah sakit dalam berbagai penerapan aspek regulasi, fasilitasi, bimbingan teknis, hingga pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan obat.
"Saya ingin mengajak seluruh jajaran rumah sakit untuk menjadi pelopor yang tak hanya mengutamakan pelayanan klinis, tetapi juga mampu menjadi mitra regulator dalam mendorong transparansi sistem kesehatan nasional," pungkasnya.

