La Nyalla Kenang Mosi Integral Natsir dalam Disertasinya
SinPo.id - Ketua DPD RI, La Nyalla Mattalitti mengenang peran mantan perdana menteri Indonesia, Mohammad Natsir dalam sebuah desertasi yang disusunnya.
La Nyalla menuangkan buah pikirnya terkait peran Natsir pada awal-awal proses menuju terbentuknya Republik Indonesia.
"Bulan ini, 75 tahun yang lalu, tepatnya 3 April 1950. Seorang Pahlawan Nasional Indonesia, Mohammad Natsir dari atas podium Parlemen Indonesia, menyampaikan pikirannya tentang perjalanan Indonesia yang harus dikoreksi," kata La Nyalla.
Ia menyebut saat itu, Natsir mengatakan Indonesia telah salah arah. Karena mengikuti kemauan Ratu Belanda untuk menjadi Negara Serikat.
Pernyataan Natsir merujuk pada saat Indonesia yang kalah dalam perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB), dimana salah satu yang harus dilakukan Indonesia agar diakui merdeka oleh Belanda adalah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Juga harus mengganti biaya Agresi Militer Belanda di Indonesia dalam rentang tahun 1945-1949. Sebesar 4,5 Milyar Gulden.
"Kita tentu tidak perlu menyalahkan para perunding saat itu. Di antaranya Mohammad Hatta, Mohammad Roem, Soepomo dan sejumlah pendiri bangsa lainnya. Karena memang posisi Indonesia dalam konteks geopolitik global sebagai negara yang baru merdeka masih sangat lemah," kata La Nyalla.
Sehingga pengakuan kedaulatan dari Belanda, sebagai negara yang pernah menguasai dan menjajah tanah Hindia Belanda sangatlah penting.
"Hentakan pikiran akal sehat Natsir bahwa Indonesia telah salah arah dengan menjadi negara serikat memicu kesadaran kolektif. Karena bangsa ini pernah berkomitmen untuk memperjuangkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Sumpah itu kita lakukan pada 28 Oktober 1928," kata La Nyalla.
La Nyalla pun menyampaikan idenya, bahwa Indonesia perlu kembali para rumusan bernegara sesuai dengan yang dirumuskan para pendiri bangsa.
"Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tidak bisa hanya berfungsi seperti hari ini. Tetapi bukan pula menjadi strong bicameral seperti negara federal. Karena itu, dalam disertasi yang sedang saya susun, saya mengusulkan agar DPD RI, sebagai peserta pemilu dari unsur perseorangan menjadi satu kamar dalam DPR RI sebagai pembentuk Undang-Undang dari unsur fraksi non-partai," kata La Nyalla.
"Sehingga produk Undang-Undang yang bersifat memaksa seluruh rakyat Indonesia tidak hanya ditentukan oleh Ketua Umum Partai Politik saja. Tetapi juga dibahas secara utuh dan menyeluruh oleh elemen-elemen masyarakat wakil dari daerah. Itulah hakikat Otonomi yang sebenarnya," tukas dia.

