Pemerintah Manfaatkan Penundaan Tarif Resiprokal AS untuk Negosiasi Secara Maksimal

Laporan: Tio Pirnando
Minggu, 13 April 2025 | 12:16 WIB
Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri. (SinPo.id/dok. DPR RI)
Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri. (SinPo.id/dok. DPR RI)

SinPo.id - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Dyah Roro Esti Widya Putri, menilai, penangguhan kenaikan tarif tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), selama 90 hari untuk puluhan negara, kecuali China, merupakan momen yang tepat bagi Indonesia memaksimalkan upaya negosiasi dengan Washington DC. 

"Ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara strategis. Untuk itu, Presiden RI, Prabowo Subianto, menginstruksikan kabinetnya agar segera mengambil langkah terstruktur dan konstruktif dalam menghadapi situasi ini,” ujar Dyah dalam keterangannya, Minggu, 13 April 2025. 

Dyah menjelaskan, Indonesia yang awalnya terkena tarif resiprokal sebesar 32 persen, kini barang-barang dari tanah air yang masuk ke AS hanya dikenakan tarif impor 10 persen, setelah pengumuman penundaan oleh Trump.

Kendati demikian, Dyah menekankan bahwa Indonesia siap menghadapi dampak dari kebijakan tersebut. Dimana, Indonesia mengedepankan strategi diplomasi perdagangan, mempererat solidaritas regional ASEAN, dan mempercepat diversifikasi pasar ekspor. 

Apalagi, Presiden  Prabowo Subianto telah menginstruksikan kabinetnya untuk bergerak maju dengan beberapa strategi, meliputi diplomasi, solidaritas regional, dan diversifikasi jangka panjang. Pemerintah akan terus mengupayakan pertumbuhan perdagangan yang berkelanjutan sesuai visi jangka panjang Pemerintah Indonesia.

 Indonesia, sambung Dyah, akan menggunakan pendekatan diplomatik, baik tingkat federal maupun negara bagian, serta menjalin komunikasi dengan pelaku bisnis AS yang bergantung pada bahan baku dan produk Indonesia. Adapun fokus negosiasi, mencakup sektor-sektor padat karya seperti tekstil dan garmen, alas kaki, ban karet, elektronik dan otomotif, serta produk kelapa sawit dan turunannya.

Kedua, Indonesia juga mendorong solidaritas regional ASEAN. Karena, ASEAN harus bertindak sebagai satu kesatuan agar pengaruh ASEAN tetap kuat di platform global. Untuk itu, Indonesia mendukung Malaysia selaku Ketua ASEAN memulai dialog regional ASEAN dengan AS.

Selain itu, Indonesia bekerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN untuk mengkoordinasikan analisis teknis dampak tarif resiprokal, mengembangkan strategi penyampaian pesan bersama, dan mendorong mekanisme kerja sama regional seperti Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) dan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership/CPTPP).

Dalam Retret Menteri Ekonomi ASEAN di Johor, Malaysia pada Jumat lalu, tutur Dyah, salah satu usulan Indonesia adalah mendorong penyusunan non-paper yang menekankan pentingnya sentralitas ASEAN di tengah ketegangan perdagangan global.

Sentralitas tersebut juga telah digaungkan kembali oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso dalam pertemuan virtual bersama Menteri Perdagangan ASEAN, Kamis, 10 April, sebagai upaya mewujudkan persatuan.

Harapannya agar memberikan dorongan bagi negara-negara ASEAN untuk berunding dengan AS guna meningkatkan perdagangan dan investasi di masa mendatang. Hingga saat ini, sebagian besar negara ASEAN memilih fokus pada jalur negosiasi. 

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ASEAN menempati peringkat kelima sebagai pasar ekspor terbesar bagi produk pertanian AS dengan total nilai perdagangan mencapai USD306 miliar pada 2024.

Dari jumlah itu, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan terhadap AS sebesar US$ 14,34 miliar. Angka-angka ini mencerminkan kedalaman sekaligus kompleksitas hubungan perdagangan antara kedua pihak.

Ketiga, lanjutnya, pemerintah Indonesia juga melakukan diversifikasi pasar ekspor dengan mempercepat penyelesaian lima perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA), yaitu Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Kanada (Indonesia–Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement/ICA—CEPA), Indonesia–Peru CEPA, dan Indonesia–EU CEPA.

Berikutnya, Perjanjian Preferensi Perdagangan Indonesia—Iran (Indonesia—Iran Preferential Trade Agreement/PTA) dan Amandemen Protokol Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA).

Dengan perjanjian-perjanjian tersebut, Indonesia diharapkan dapat memperluas akses pasar, memperkuat ketahanan perdagangan dalam negeri, dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Selanjutnya, Dyah menilai diversifikasi pasar bukan sekadar respons terhadap kebijakan AS, tetapi bagian dari strategi jangka panjang Indonesia untuk membangun ekonomi yang tangguh dan inklusif.

Lebih lanjut, Dyah menyampaikan, Indonesia  berencana menghidupkan kembali forum kerja sama bilateral Indonesia-AS melalui Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) yang terakhir dilaksanakan pada 2018. Melalui TIFA, Indonesia berharap dapat membahas isu dan kebijakan perdagangan, serta investasi yang menjadi perhatian kedua negara secara lebih sistematis.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI