BPOM Gerebek Pabrik Kosmetik Ilegal Beromzet Rp1 Miliar

SinPo.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggerebek sarana produksi kosmetik ilegal di Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten, usai menerima laporan dari masyarakat. Pabrik tersebut memproduksi sekitar 5.000 pieces untuk setiap jenis kosmetik per hari, dengan omzet penjualan diperkirakan mencapai Rp800 juta hingga Rp1 miliar
"Sarana ini cukup besar dengan mempekerjakan sekitar 40 karyawan dan dapat memproduksi ribuan pieces kosmetik per hari," kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam keterangannya, Kamis, 20 Maret 2025.
Taruna menjelaskan, dari hasil pengawasan sarana tersebut dinyatakan ilegal karena tidak memiliki nomor induk berusaha (NIB) dan izin penerapan cara pembuatan kosmetik yang baik (CPKB). Hasil pendalaman Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM, didapati pemilik fasilitas ini berinisial K dan I, lalu tim juga menemukan barang bukti sejumlah bahan baku obat ilegal yang digunakan dalam produksi, seperti hidrokinon, tretinoin, betametason, deksametason, dan clindamycin.
Kandungan tretinoin sebenarnya dapat memberikan efek yang mencerahkan, tapi penggunaan secara sembarangan dapat membuat kulit 'ketergantungan' dengan zat tersebut.
"Produk ilegal ini contohnya mengandung hidrokinon, ini salah satu penyebab atopi. Akhirnya akan ada bentol-bentol hitam dan sebagainya," ucapnya.
Kemudian, kandungan deksamethasone merupakan anti-inflamasi turunan steroid yang bila digunakan secara tepat memang bagus menurunkan pembengkakan dan juga mengurangi jerawat.
"Tapi dampaknya kalau diabsorbsi ke dalam sistem tubuh, itu bisa menyebabkan penyakit ginjal. Ini juga diduga bisa menyebabkan kanker," kata Taruna mengingatkan.
Adapun clindamycin merupakan sejenis antibiotik yang juga tidak boleh digunakan serampangan. Sebab, penggunaan antibiotik tanpa resep dokter dapat bermanifestasi menjadi resistensi antibiotik.
Selain itu, tim BPOM juga menemukan produk jadi berupa krim malam dan body lotion sebanyak 5.000 pieces, base krim, bahan kemasan, dan stiker etiket biru.
"Kosmetik ilegal ini dikirim ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Bandung, Tangerang, Makassar, Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bekasi, Jambi, Bengkulu, Depok, dan sebagainya," kata Taruna.
Meski tidak terstruktur, pembagian tugas pekerjaannya dilakukan untuk memuluskan niat jahat pelaku dalam memproduksi dan mengedarkan kosmetik ilegal di tengah meningkatnya permintaan saat Ramadan dan jelang Idulfitri. Pabrik beroperasi setiap hari pada pukul 08.00-17.00 WIB, dan khusus di bulan Ramadan menjadi pukul 08.00-16.00 WIB.
"Kami mengidentifikasi ada pembagian pekerjaan dari keuangan, gudang bahan baku dan bahan kemas, produksi, dan pengemasan. Khusus bagian pemasaran dikelola langsung oleh pemilik, sedangkan pengiriman produk dilakukan dengan bekerja sama dengan ekspedisi," ungkapnya.
Taruna melanjutkan, petugas juga menemukan barang bukti peralatan yang digunakan berupa 2 mixer berkapasitas 1 ton, 7 mixer kecil, 1 cooler showcase, 6 timbangan analitik, dan 1 oven Memmert. Sarana ini juga menggunakan mobil van Daihatsu Luxio sebagai kendaraan pengangkut produk.
"Para pelaku dan barang bukti kami amankan di TKP, dan akan diproses secara tegas untuk memberikan efek jera sekaligus melindungi masyarakat, khususnya di momen Ramadan dan jelang Idulfitri," tegasnya.
Berdasarkan temuan tersebut, diduga terjadi tindak pidana sebagaimana ketentuan Pasal 435 dan Pasal 436 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Tindak pidana tersebut terkait dengan produksi dan peredaran kosmetik yang tidak memenuhi syarat, serta melakukan pekerjaan kefarmasian tanpa keahlian dan kewenangan. PPNS BPOM telah menindaklanjuti perkara tersebut secara pro-justitia setelah melakukan gelar kasus bersama Korwas PPNS.
"Pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu, dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana. Pelaku akan dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah," kata Taruna.
BPOM berkomitmen terus meningkatkan pengawasan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Peran aktif semua pemangku kepentingan baik pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat penting dalam mendukung upaya pemberantasan peredaran kosmetik ilegal.
"Tak hanya berisiko membahayakan kesehatan masyarakat penggunanya, namun peredaran kosmetik ilegal juga berpotensi merugikan perekonomian negara dan menurunkan daya saing produk kosmetik dalam negeri," ucapnya.
Lebih lanjut, Taruna mengimbau para pelaku usaha untuk menjalankan usahanya dengan mematuhi regulasi yang berlaku, serta terus berkomitmen untuk menjamin produknya agar memenuhi ketentuan legalitas, keamanan, manfaat, dan mutu. Tak lupa, masyarakat juga diimbau untuk menjadi konsumen cerdas dengan menerapkan Cek KLIK sebelum membeli atau menggunakan produk kosmetik, yaitu Cek Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa.
"Masyarakat diharapkan untuk hanya membeli dan memperoleh kosmetik dari sarana penjualan yang jelas. Jika membeli kosmetik secara online, pastikan pembelian dilakukan melalui toko online resmi. Yang paling penting, segera laporkan kepada BPOM melalui Balai Besar/Balai/Loka POM atau aparat penegak hukum setempat apabila mengetahui atau menduga ada kegiatan produksi, penyimpanan, atau distribusi kosmetik ilegal dan/atau mengandung bahan berbahaya di lingkungannya," tutup Taruna.