Minggu, 30 Maret 2025
JADWAL SALAT & IMSAKIAH
Imsak
00:00
Subuh
00:00
Zuhur
00:00
Ashar
00:00
Magrib
00:00
Isya
00:00

Henry Indraguna: Hukuman Mati Koruptor Hanya Timbulkan Efek Jera Sementara

Laporan: Tri Setyo Nugroho
Selasa, 18 Maret 2025 | 15:44 WIB
Praktisi hukum Henry Indraguna (SinPo.id/ Dok. Pribadi)
Praktisi hukum Henry Indraguna (SinPo.id/ Dok. Pribadi)

SinPo.id - Terungkapnya korupsi hingga ratusan triliun, membuka ruang diskusi penerapan hukuman mati. Kasus Pertamina, PT Timah, dan PT Antam, mencerminkan keresahan publik yang kian memuncak.

Pakar hukum Henry Indraguna menilai persoalan tersebut bukan hanya soal lemahnya pelaksanaan aturan, tetapi juga desain sistem yang kerap dimanipulasi oleh politisi korup dan kekuatan finansial oligarki.

Ada pula yang mengusulkan penerapan hukuman mati ini bagi juga berlaku para aparat penegak hukum (APH). Polisi, jaksa, hakim, penasehat hukum, juga KPK.

"Hukuman mati, misalnya untuk penegak hukum akan memberi efek jera sementara. Akan tetapi jika tanpa perbaikan sistem, korupsi akan terus berulang," ujar Henry dalam keteranganya, Selasa, 18 Maret 2025.

Menurut Henry, kasus-kasus korupsi jumbo seperti Jiwasraya, Pertamina, PT Timah, PT Antam menunjukkan pola bahwa pelaku utama di level atas sering lolos, sementara "pion" yang menjadi pelaksana justru dijadikan tumbal.

Henry berpandangan tindakan menempatkan hukum di bawah politik, memungkinkan pemilik modal besar atau oligarki hitam mendanai politisi untuk melindungi kepentingan mereka.

"Selalu ada wacana, siapapun yang menduga justru malah diminta membuktikan. Bahkan ketika data-data yang bisa menjadi alat bukti dilampirkan sebagai laporan, ternyata juga mandek. Ini membuktikan bahwa rakyat tak punya kuasa membuktikan. Tak punya wewenang memeriksa saksi, bahkan tak punya akses untuk melakukan investigasi," paparnya.

Henry berpendapat tidak menjadi jaminan hukuman mati solusi terbaik. Sebab jika hukum masih bisa diintervensi kekuatan politik atau kekuasaan, bisa saja membuat orang tak bersalah akhirnya didakwa korupsi karena tak sejalan dengan kekuasaan.

"Lalu bagaimana, jika sudah dieksekusi mati. Tak ada lagi yang bisa dilakukan untuk menghidupkan orang yang sudah mati kan," tegasnya.

Saat ini publik hanya bisa menekan kekuasaan untuk tidak mengintervensi hukum. Tekanan juga bisa diberikan kepada penegak hukum untuk bertindak profesional.

"Tekanan publik bisa melalui media mainstream atau media sosial, serta solidaritas civil society jadi kunci. Misalnya dengan mengungkap data kecil yang bisa diviralkan," terangnya.

Dari hal-hal kecil ini bisa menjadi pijakan dan membiasakan keberanian para penegak hukum untuk tidak tebang pilih. Bisa saja fokus awal pada kasus lokal yang lebih mudah dibuktikan untuk jadi pijakan menuju skandal besar.

"Sebagus apapun sistemnya, jika kendalinya di tangan yang salah, hukuman seberat apa pun takkan cukup," pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI