Said Iqbal Desak Pemerintah Bayarkan JKP dan THR Buruh yang Ter-PHK

SinPo.id - Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengungkapkan kekecewaannya atas implementasi kebijakan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang baru saja disahkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2025. Meskipun peraturan ini menjanjikan bahwa buruh yang ter-PHK berhak menerima JKP sebesar 60% dari gaji terakhir mereka, fakta di lapangan menunjukkan bahwa lebih dari 80% buruh yang ter-PHK pada Januari hingga Februari 2025, sebanyak 60 ribu orang di 50 perusahaan, tidak mendapatkan hak mereka, dan pengambilan Tabungan Hari Tua (JHT) juga dipersulit.
Said Iqbal menyoroti data dari Posko Orange yang mencatat bahwa ada 15 perusahaan yang pailit, dan sekitar 35 ribu buruh yang ter-PHK tidak menerima pesangon, THR, maupun JKP mereka. Salah satu contoh yang diungkapkan adalah PT Dunbi Internasional di Garut, yang memiliki 2.000 buruh yang ter-PHK akibat kebangkrutan, serta PT Karya Mitra Budi di Jawa Timur yang memPHK 10 ribu buruh. Buruh dari kedua perusahaan tersebut bahkan mendirikan tenda di depan pabrik untuk menuntut pembayaran pesangon dan THR mereka, namun hingga kini hak mereka belum dipenuhi.
Menanggapi hal ini, Said Iqbal juga mempertanyakan fungsi Menteri Ketenagakerjaan dan jajarannya yang dinilai tidak responsif terhadap kebutuhan buruh di perusahaan-perusahaan yang pailit ini. "Apakah Menaker dan Kemenaker hanya peduli dengan buruh PT Sritex, sehingga mengabaikan 60 ribu buruh ter-PHK lainnya?" ujarnya.
Untuk itu, KSPI dan Partai Buruh mendesak Menteri Ketenagakerjaan bersama jajarannya untuk turun langsung ke lapangan dan memastikan seluruh buruh yang ter-PHK pada Januari dan Februari 2025 mendapat hak mereka, terutama JKP, sebelum H-7 Lebaran. Mereka berharap buruh yang ter-PHK dapat sedikit tersenyum menghadapi Lebaran dengan menerima JKP yang setara 60% dari gaji terakhir mereka selama enam bulan.
Sebagai bentuk protes dan tuntutan, KSPI dan Partai Buruh merencanakan aksi besar-besaran pada 20 Maret 2025 di Kemenaker dan 21 Maret 2025 di depan rumah Iwan Lukminto, Pemilik PT Sritex Sukoharjo. Dalam aksi tersebut, mereka menuntut empat hal utama:
Menghentikan badai PHK yang menimpa 60 ribu buruh di 50 perusahaan dan memastikan pembayaran THR serta pesangon mereka.
Membayar THR dan pesangon buruh Sritex sebelum H-7 Lebaran melalui kesepakatan tripartit dengan Menaker.
Membayar THR seluruh buruh yang ter-PHK pada periode Januari – Februari 2025.
Menghentikan kriminalisasi dan union busting terhadap pengurus serikat buruh PT Yamaha Music Manufacturing Asia di Cikarang dan PT Sumber Masanda Jaya di Brebes.