Tokoh Pemuda Sarmi: Dominggus-Jumiarti Harus Bertanggung Jawab atas Para Terpidana

SinPo.id - Pelaksanaan serah terima jabatan (sertijab) Bupati dan Wakil Bupati Sarmi, Dominggus-Jumiarti, diwarnai kecaman keras dari berbagai pihak.
Tokoh Pemuda Adat Kabupaten Sarmi, Esau Sawery, menilai Pilkada Sarmi 2024 dipenuhi kecurangan dan pelanggaran berat. Hal ini merusak tatanan demokrasi serta merobek kohesi sosial masyarakat.
“Pilkada ini tidak hanya cacat, tetapi juga brutal dan primitif. Demokrasi di Sarmi telah mati,” tegas Esau di Sarmi, Papua, Kamis, 6 Maret 2025.
Pilkada ini, kata Esau, juga berujung pada proses hukum bagi sejumlah pihak. Pengadilan Negeri (PN) Jayapura telah memvonis sejumlah orang bersalah dalam tujuh perkara pidana pemilu. Bahkan, di tingkat banding, beberapa terdakwa mendapat hukuman yang lebih berat.
“Semua yang divonis bersalah dan kini dipenjara adalah korban dari ambisi politik Dominggus-Jumiarti. Mereka dikorbankan demi kemenangan yang diraih dengan cara curang,” kata Esau.
Menurut Esau, daya rusak yang ditimbulkan oleh pelaksanaan pilkada yang buruk sangat kuat menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Kehidupan yang tadinya damai harus terkoyak karena pilkada yang tidak jurdil.
“Pelantikan ini seharusnya bukan dirayakan, tetapi diratapi. Jika mau jujur, kantor bupati hari ini lebih layak dipenuhi karangan bunga duka cita atas matinya demokrasi,” tegas Esau.
Dominggus-Jumiarti Harus Bertanggung Jawab
Esau menegaskan Dominggus-Jumiarti tidak bisa cuci tangan atas dampak dari Pilkada Sarmi. Dominggus-Jumiarti harus bertanggung jawab atas para korban politik mereka.
"Jangan hanya menikmati jabatan sementara orang lain menderita akibat permainan kotor mereka,” katanya.
Esau juga mengimbau kepada para korban politik yang kini berstatus terpidana untuk menagih tanggung jawab Dominggus-Jumiarti.
"Kemenangan Dominggus-Jumiarti adalah duka bagi mereka, harus dituntut bertanggung jawab, dan tidak boleh fakta hukum dikaburkan seolah dipenjarahkan karena paslon lain," ucapnya.
Esau menerangkan brutalnya Pilkada di Sarmi dibuktikan dengan banyaknya kasus pelanggaran yang dilaporkan. Diketahui terdapat 51 total laporan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif. Namun hanya tujuh kasus yang masuk ke pengadilan dan disidangkan di PN Jayapura.
"Dari total tujuh perkara itu, kesemuanya diputus bersalah melakukan tindak pidana pemilu oleh PN Jayapura, dan bahkan vonis hukumannya diperberat di tingkat banding pada Pengadilan Tinggi," katanya.
Dari 314 yang berperkara di Mahkamah Konstitusi, lanjut Esau, kasus pidana pemilu di Kabupaten Sarmi memecahkan rekor dengan adanya 7 putusan hukum tersebut yang dilaporkan oleh Gakumdu.
"Kalau saja MK tidak mempercepat putusan dismissal dan 7 bukti putusan pengadilan tersebut sempat dilampirkan ke MK, pasti ceritanya akan lain," katanya.
Selanjutnya Esau mengingatkan bahwa masalah Pilkada Sarmi belum selesai. Saat ini, kasus dugaan gratifikasi Ketua Bawaslu Sarmi dan dugaan maladministrasi oleh empat anggota KPUD Sarmi masih berproses di Mabes Polri dan DKPP.
Salah satu kasus serius adalah diloloskannya Dominggus sebagai peserta pilkada dengan menggunakan dokumen yang diduga palsu.
Demikian juga dengan dugaan penyalahgunaan dana kampunng untuk kepentingan pilkada yang melibatkan kepala dinas PMK Sarmi, perlu untuk terus diusut tuntas.
“Semua ini tidak akan berlalu begitu saja. Kasus-kasus ini masih berjalan, dan keadilan harus ditegakkan,” pungkasnya.