Jum'at, 14 Maret 2025
JADWAL SALAT & IMSAKIAH
Imsak
04:30
Subuh
04:40
Zuhur
12:02
Ashar
15:10
Magrib
18:06
Isya
19:15

Kewenangan Polisi Diambil Jaksa, RKUHAP Berpotensi Picu Caos di Sistem Hukum

Laporan: Tim Redaksi
Kamis, 06 Maret 2025 | 00:48 WIB
Ilustrasi hukum (pixabay)
Ilustrasi hukum (pixabay)

SinPo.id - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang baru tengah menjadi sorotan karena adanya ketentuan yang memberi kejaksaan kewenangan lebih besar dalam proses hukum.

Menurut advokat Peradi sekaligus Ketua LBHA Trisakti Indonesia, Ucok Parisian Tamba, aturan ini berpotensi menimbulkan kekacauan dan konflik antara lembaga penegak hukum.

Dalam Pasal 12 ayat 11 RKUHAP terbaru disebutkan bahwa jika dalam 14 hari setelah menerima permintaan untuk mulai melakukan penyidikan penyidik tidak melakukan tugasnya, maka pelapor atau pengadu dapat meminta kejaksaan mengambil alih kasus tersebut.

“Sistem diferensiasi fungsional telah memisahkan kewenangan masing-masing institusi hukum. Polisi bertugas menyidik, jaksa menuntut. Jika jaksa diberikan kewenangan untuk mengambil alih penyidikan, maka independensi dalam penegakan hukum bisa terganggu,” ujar Ucok Parisian Tamba.

Ia menilai bahwa aturan ini memiliki unsur dominis litis, di mana kejaksaan menjadi pengendali utama dalam proses hukum.

Jika penyidik tidak bertindak dalam kurun waktu tertentu, kejaksaan mendapat legitimasi untuk mengambil alih perkara.

“Ini bisa memicu konflik antar-lembaga. Polisi punya kewenangan sendiri, jaksa juga punya. Jika salah satu mengambil alih secara sepihak, potensi chaos sangat besar. Bukan fokus ke penegakan hukum, malah bisa terjadi rivalitas dan ego kelembagaan,” tegasnya.

Dengan adanya potensi ketimpangan ini, Ucok Parisian Tamba menekankan bahwa revisi KUHAP seharusnya tetap menjaga keseimbangan antar-lembaga hukum agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan yang berujung pada ketidakpastian hukum.

BERITALAINNYA