Soal PHK Massal, Komnas HAM Minta Hak-hak Pekerja Dilindungi

SinPo.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta perusahaan sebisa mungkin tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Komnas HAM juga meminta pemerintah memastikan bahwa hak-hak pekerja yang di-PHK, dilindungi.
Hal itu merespons maraknya PHK massal di perusahan besar, seperti di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), PT Sanken Indonesia, dan PT Yamaha Music Indonesia.
"Komnas HAM perlu menyampaikan beberapa hal atas adanya rencana PHK massal tersebut, yaitu meminta korporasi tidak melakukan PHK dan negara, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan, memastikan hak-hak pekerja/buruh untuk dihormati, dan dilindungi," kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya, Minggu, 2 Maret 2025.
Komnas HAM menekankan penyelesaian masalah PHK harus dilakukan secara transparan, independensi, dan imparsial, jika dilakukan di Pengadilan Hubungan Industrial. Sedangkan untuk pemerintah, harus memastikan hak-hak normatif pekerja yang di-PHK.
Diantaranya, jaminan sosial selama pekerja belum mendapatkan pekerjaan baru, dan pekerja mendapatkan tunjangan hari raya (THR) sesuai tenggang waktu yang telah resmi ditetapkan.
"Komnas HAM menaruh perhatian terhadap adanya PHK yang terjadi pada awal tahun 2025. Karena, PHK berpotensi melanggar hak-hak pekerja," ucapnya.
Menurut Uli, sepanjang tahun 2024, Komnas HAM menerima 67 pengaduan PHK. Jakarta menjadi daerah paling banyak terjadinya PHK, diikuti Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Hasil pemantauan Komnas HAM menunjukkan saat ini masyarakat sulit mendapatkan pekerjaan formal. Di tengah kehadiran teknologi akal imitasi (AI) yang menggantikan jenis pekerjaan tertentu juga mempersulit pekerja yang di-PHK untuk mendapatkan pekerjaan kembali.
"Begitu juga pekerjaan sektor informal yang muncul di era digital, seperti pekerja digital dan transportasi daring, belum mendapatkan perlindungan atas hak-hak normatif dan perlindungan sosialnya," tukas Uli.