AMTI: Kemasan Rokok Tanpa Merek Ancaman Serius Ekosistem Pertembakauan

Laporan: Tri Setyo Nugroho
Selasa, 25 Februari 2025 | 19:05 WIB
Ilustrasi kemasan rokok tanpa merek (SinPo.id/ iStock)
Ilustrasi kemasan rokok tanpa merek (SinPo.id/ iStock)

SinPo.id - Rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dinilai akan berdampak besar dan meluas terhadap potensi penutupan usaha serta pengurangan tenaga kerja di industri tembakau. Aturan tersebut saat ini masuk dalam penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman, mengatakan aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 itu akan membuat seluruh kemasan rokok yang dijual di pasar memiliki identitas kemasan yang sama. Hal tersebut dapat membuka peluang peredaran rokok ilegal semakin besar.

"Masalah identitas kemasan mestinya dapat ditentukan sendiri oleh para pelaku industri," kata Budhyman dalam keterangannya, Selasa, 25 Februari 2025.

Jika aturan ini diterapkan, kata Budhyman, produk rokok legal yang dipasarkan akan kalah dalam sisi harga dengan produk rokok ilegal. Dampaknya, penjualan rokok legal menurun dan mengancam perusahaan legal untuk menutup usahanya. 

Pengurangan tenaga kerja di industri tembakau niscaya akan terjadi. Alhasil penyerapan tembakau dari petani akan menurun.

"Efek domino ini tidak dapat dipungkiri ketika pemerintah salah menetapkan kebijakan yang berdampak pada banyak pihak," tuturnya.

Dari sisi konsumen, Budhyman yakin akan turut berdampak. Penyusunan kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek akan membatasi informasi yang didapatkan konsumen tentang produk yang dibeli. Bahkan, dikhawatirkan konsumen tidak bisa lagi membedakan rokok legal dan ilegal yang ada di pasaran.

"Kebijakan tersebut bisa mendorong peredaran rokok ilegal, yang akan berdampak pada rokok legal," kata dia.

Dengan segala risiko yang bisa muncul, Budhyman berharap agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mempertimbangkan kembali penyusunan Rancangan Permenkes. Ia juga meminta agar Kemenkes tidak memaksakan keinginan dan mendengarkan desakan dari banyak pihak, termasuk kementerian dan lembaga lainnya yang juga ikut bersuara dalam polemik tersebut. 

"Semoga Kemenkes mendengarkan, karena tidak hanya pelaku industri, tapi lembaga dan kementerian juga sudah menyatakan keberatan. Semoga ego sektoral tidak terlalu menonjol. Melihat mitigasinya, baik dari pengangguran, pemasukan cukai, serta lainnya," jelasnya.

Kendati begitu, Budhyman memiliki harapan atas perubahan penyusunan Rancangan Permenkes setelah keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk ikut terlibat dalam membahas polemik dari terbitnya PP 28/2024 dan aturan turunannya. Melalui surat resmi, Sekretariat Jenderal DPR menyatakan bahwa masalah itu akan ditindaklanjuti oleh Komisi IX.

"Kabar baik dari Senayan. Protes dan penolakan terus datang dari berbagai pihak, semoga anggota dewan bisa meyakinkan Kemenkes untuk mengakomodasi aspirasi dan kepentingan ekosistem pertembakauan dalam regulasi tentang tembakau. Semoga dilapangkan dan diluaskan hati pikirannya," pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI