PCRP Soroti Teori Denny JA Tentang Agama dan Pembangunan Berkelanjutan

Laporan: Bayu Primanda
Senin, 17 Februari 2025 | 22:46 WIB
Peneliti senior Denny JA (Sinpo.id/Dok: Pribadi)
Peneliti senior Denny JA (Sinpo.id/Dok: Pribadi)

SinPo.id -  Direktur Paramadina Center for Religion and Philosophy (PCRP), Universitas Paramadina, Budhy Munawar Rachman, menyoroti pemikiran inovatif Denny JA tentang “Agama sebagai Warisan Kultural Milik Bersama” dalam sebuah refleksi mendalam.

Menurut Budhy, pendekatan ini tidak hanya menawarkan cara pandang baru dalam memahami agama, tetapi juga memiliki relevansi strategis bagi pembangunan berkelanjutan di era modern.

Menurut Budhy, dalam pemikirannya, Denny JA memoderasi klaim kebenaran mutlak yang sering melekat dalam doktrin keagamaan dan lebih menekankan bahwa agama adalah hasil dari evolusi budaya yang terus berkembang.

"Dengan melihat agama sebagai warisan kultural milik bersama, kita dapat membuka ruang yang lebih luas bagi dialog antaragama, pluralisme, dan integrasi nilai-nilai spiritual dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, dan lingkungan," ujar Budhy dikutip dari siaran persnya, Senin, 17 Februari 2025.

Budhy menegaskan bahwa pendekatan ini sejalan dengan agenda Sustainable Development Goals (SDGs) yang diusung oleh PBB.

Adapun SDGs yang dimaksud adalah upaya kolektif global untuk menciptakan dunia yang lebih adil, sejahtera, dan demokratis.

"Dengan memahami agama sebagai bagian dari budaya yang hidup dan berkembang, kita dapat lebih efektif menggerakkan komunitas keagamaan dalam mendukung program-program pembangunan berkelanjutan,” ujar Budhy.

Dalam refleksinya, Budhy juga menyoroti bagaimana teori agama Denny JA mampu mengakomodasi perubahan sosial yang dipicu oleh globalisasi dan revolusi digital.

Dikatakan bahwa internet dan media sosial kini telah mengubah cara masyarakat mengakses dan mendiskusikan nilai-nilai keagamaan.

"Dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan inklusif, agama tidak lagi menjadi sumber eksklusivitas yang membatasi, tetapi justru dapat menjadi jembatan bagi solidaritas sosial yang lebih kuat," ungkapnya.

Lebih lanjut, Budhy menyoroti bahwa teori ini dapat berkontribusi dalam pemberdayaan sosial dan ekonomi berbasis nilai-nilai keagamaan.

"Dengan memahami agama sebagai bagian dari dinamika budaya, maka ajaran-ajaran moralnya dapat diterjemahkan ke dalam tindakan nyata yang berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat luas," ungkapnya.

Budhy menilai Denny JA telah mengembangkan dan menafsirkan ulang wawasan inklusif Nurcholish Madjid dan Djohan Effendi dengan pendekatan berbasis data empiris.

“Denny JA bukan hanya meneruskan pemikiran para guru kami, tetapi juga memperluasnya dengan memadukan analisis keagamaan dan kajian empiris berbasis survei opini publik. Ini pendekatan yang inovatif dan sangat relevan bagi tantangan zaman,” ungkapnya.

Budhy menekankan bahwa pemahaman agama yang lebih inklusif dan dinamis, sebagaimana digagas oleh Denny JA, dapat menjadi pilar dalam menciptakan dunia yang lebih harmonis dan berkelanjutan.

“Jika kita mampu melihat agama sebagai warisan kultural milik bersama, maka kita dapat membangun masa depan yang lebih adil, damai, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama,” pungkasnya.