KPK Belum Ungkap Keterlibatan Ketum PP dalam Kasus Rota Widyasari

SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mau mengungkap dugaan keterlibatan Ketua Umum Pemuda Pancasila (PP) Japto Soerjosoemarno dalam kasus dugaan gratifikasi mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
"Belum bisa diungkap saat ini," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi wartawan, Rabu 5 Februari 2025.
Penyidik KPK telah menggeledah rumah Japto yang berlokasi di Jalan Benda Ujung, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Selasa kemarin, 4 Februari 2025.
"Dasar geledahnya sama. Menggunakan Sprindik Gratifikasi RW," kata Tessa.
Adapun barang bukti yang diamankan penyidik dari hasil penggeledahan ialah 11 unit mobil, uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing, dokumen, serta barang bukti elektronik.
"Benar ada kegiatan penggeledahan perkara tersangka RW di rumah Saudara JS " kata Tessa.
Untuk diketahui, KPK menduga Rita telah menerima gratifikasi berkaitan dengan pertambangan batu bara, jumlahnya sekitar US$3,3 hingga US$5 per metrik ton batu bara.
Rita diduga juga telah menyamarkan penerimaan gratifikasi tersebut sehingga KPK menerapkan Pasal TPPU. Sejumlah aset yang disinyalir bersumber dari hasil korupsi masih terus didalami. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memeriksa saksi-saksi.
Pada Kamis, 27 Juni 2024, KPK telah memeriksa pengusaha asal Kalimantan Timur yang bernama Said Amin. Tim penyidik mendalami perihal sumber dana pembelian ratusan mobil yang telah disita sebelumnya.
KPK juga telah memeriksa dan menggeledah rumah kediaman Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin alias Paulin Tan, di Surabaya, Jawa Timur.
Rita bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 16 Januari 2018. Rita dan Khairudin diduga mencuci uang dari hasil tindak pidana gratifikasi dalam sejumlah proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar Rp436 miliar.
Mereka disinyalir membelanjakan penerimaan hasil gratifikasi tersebut untuk membeli kendaraan yang menggunakan nama orang lain, tanah, uang tunai, maupun dalam bentuk lainnya.
Rita kini mendekam di Lapas Perempuan Pondok Bambu untuk menjalani vonis pidana 10 tahun penjara. Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA), Rita juga dihukum membayar denda sebesar Rp600 juta subsider enam bulan kurungan dengan hak politik dicabut selama lima tahun, terhitung mulai dari yang bersangkutan selesai menjalani pidana pokok.
Rita terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek.