Menang di WTO soal Sengketa Sawit, PAN: Bukti Diplomasi Prabowo dan Kedaulatan RI
SinPo.id - Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menilai, kemenangan Indonesia atas Uni Eropa (UE) dalam sengketa diskriminasi Sawit di World Trade Organization (WTO), merupakan bentuk keberhasilan diplomasi Presiden Prabowo Subianto. Hal ini juga menjadi bukti kedaulatan Indonesia yang tidak bisa diusik oleh pihak asing.
"Kemenangan ini meneguhkan komitmen Presiden Prabowo bahwa dalam mewujudkan ketahanan energi. Indonesia sepenuhnya berdaulat dan tidak bisa didikte negara lain," kata Eddy kepada wartawan, Minggu, 19 Januari 2025.
Wakil Ketua MPR RI ini juga menganggap, kemenangan di WTO, membuka jalan bagi Indonesia untuk mengembangkan produk energi ramah lingkungan biodiesel. Sebab, selama ini sawit Indonesia kerap mendapat diskriminasi dari Uni Eropa.
"Sekaligus memperluas pasar di negara-negara emerging market lainnya," kata Eddy.
Eddy mengaitkan hasil positif WTO, akan menjadi daya tawar bagi Presiden Prabowo Subianto Indonesia dalam berdipmolasi di dunia internasional.
"Diplomasi mancanegara Presiden Prabowo telah memperkuat posisi Indonesia dalam dinamika politik global, termasuk meningkatkan bargaining position kita di tengah eskalasi perang dagang AS-China dan sekutunya," ucapnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor minyak kelapa sawit mentah dari Indonesia ke UE telah mengalami penurunan sejak kuartal I-2019.
Penurunan terbesar terjadi di Belanda sebesar 39 persen dan Inggris sebesar 22 persen pada Januari-Maret 2019, termasuk di Jerman, Italia, dan Spanyol.
Penurunan ini dianggap sebagai dampak dari kampanye negatif UE dan kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II yang diterbitkan pada 2018. Kebijakan tersebut membatasi konsumsi biofuel berbahan baku kelapa sawit hingga 7 persen serta mengategorikan CPO sebagai produk high ILUC-risk. Selain itu, RED II juga mengatur penghentian bertahap penggunaan biofuel sawit.
Indonesia mengajukan gugatan terhadap kebijakan UE pada Desember 2019 yang mencakup kebijakan RED II, Delegated Regulation, dan kebijakan Prancis yang dianggap menghalangi akses pasar produk kelapa sawit.
Dengan kemenangan Indonesia dalam kasus ini, UE diwajibkan mematuhi putusan WTO dalam waktu 20-60 hari, jika tidak ada keberatan dari pihak yang bersengketa. Keputusan ini bersifat mengikat dan UE harus menyesuaikan Kebijakan nya.