Kejagung Diminta Panggil Sugar Group Terkait Mafia Hukum Zarof Ricar

Laporan: Juven Martua Sitompul
Kamis, 16 Januari 2025 | 18:21 WIB
Gedung Kejaksaan Agung (SinPo.id/ Dok. Kejagung)
Gedung Kejaksaan Agung (SinPo.id/ Dok. Kejagung)

SinPo.id - Anggota Komisi III DPR RI, Rudyanto Lallo, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI memanggil Sugar Group Company (SGC). Pemanggilan untuk mengonfirmasi adanya temuan catatan yang bertuliskan 'Perkara Sugar Group Rp200 miliar' dalam perkara makelar kasus di Mahkamah Agung (MA) RI yang melibatkan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA RI, Zarof Ricar.

"Kita berharap kejaksaan jangan heboh diawal. Seolah-olah mengungkap kasus triliunan rupiah. Kemudian, penanganannya jalan ditempat, mandek, dan tuntutannya rendah," kata Lallo kepada wartawan, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2025.

Zarof Ricar ditahan penyidik sejak tanggal 24 Oktober 2024. Dia bahkan sudah mengaku salah satu sumber uang suap dari Sugar Group Company. Sehingga, kewajiban penyidik melakukan pemeriksaan pendalaman berdasarkan pengakuan tersebut.

Lallo bahkan mempertanyakan Jampidsus belum juga memeriksa pelaku suap sesuai pengakuan Zarof Ricar. Terlebih, unsur untuk mengusut dugaan suap sudah terang benderang.

"Sudah 45 hari sejak Zarof Ricar ditahan belum ada kemajuan yang signifikan. Padahal mens rea penyuapan sudah terang bederang ingin ngemplang utang sebesar triliuan rupiah. Tentu kita sayangkan, " ujarnya.

Legislator dari Fraksi Nasdem itu meminta agar Jaksa Agung ST Burhanuddin meluruskan setiap kasus yang ditangani, sebagaimana perintah Presiden Prabowo Subianto yang menjadikan korupsi sebagai musuh negara.

"Bahkan saya meminta agar Presiden Prabowo secara khusus ikut mengawal dan mengawasi kasus ini," ujarnya. 

Informasi yang beredar di kalangan wartawan, penyidik Jampidsus Kejagung saat menggeledah kediaman Zarof Ricar di bilangan Jl. Senayan No. 8, Kel. Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 24 Oktober 2024, menemukan dan menyita berbagai mata uang asing total Rp920 miliar.

Selain kepingan logam mulia emas seberat 51 kilogram, penyidik menemukan bukti catatan tertulis antara lain 'Titipan Lisa', 'Untuk Ronal Tannur:1466/Pid.2024', 'Pak Kuatkan PN'. Namun, menurut sumber di Gedung Bundar terdapat pula bukti catatan tertulis 'Perkara Sugar Group Rp200 miliar'.

Apabila, bukti catatan itu benar uang sebesar Rp200 miliar itu patut diduga sebagai titipan untuk hakim agung yang menangani perkara sengketa perdata antara Sugar Group Company milik Gunawan Yusuf Dkk untuk melawan Marubeni Corporation (MC) Dkk.

Kasus ini sendiri mulai viral usai Hakim Agung Syamsul Maarif menabrak Pasal 17 ayat (5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun  2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang memutus perkara Peninjauan Kembali (PK)  No. 1362 PK/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024 (hanya dalam tempo 29 hari) menjadi kotak pandora yang membuka tabir sumber uang suap senilai Rp920 miliar, dalam dugaan korupsi makelar kasus di MA RI yang melibatkan Zarof Ricar. 

PK No. 1362 PK/PDT/2024, tertanggal 16 Desember 2024 itu sendiri, terkait perkara sengketa perdata antara Sugar Group Company melawan Marubeni Corporation, bernilai triliunan rupiah, yang pada 2010, sejatinya telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkraht), berdasarkan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal  19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal  19 Mei 2010 dimenangkan oleh Marubeni Corporation Dkk. Sugar Group Company Dkk tidak melakukan upaya hukum PK.

Persoalannya, putusan kasasi dan PK terkait perkara Sugar Group Company versus Marubeni Corporation cukup banyak. Sebab, mengalami daur ulang berkali-kali. Namun, menurut seorang sumber, Zarof Ricar sudah 'bernyanyi' di hadapan penyidik.

Patut diduga uang suap Rp200 miliar itu terkait putusan Kasasi No. 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015 jo. PK Ke-I No. 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019 jo. PK Ke-II No. 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, yang merupakan upaya hukum lanjutan untuk perkara yang sejatinya tergolong nebis idem, yakni putusan-putusan yang diduga dipakai untuk ngemplang utang Sugar Group Company kepada Marubeni Corporation bernilai triliunan rupiah.

Yaitu putusan-putusan No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst tanggal 1 Maret 2012 jo PT DKI Jakarta No. 75/Pdt/2013/PT.DKI tanggal  22 April 2013. Konon Zarof Ricar sudah mengaku dengan menyebut nama-nama hakim agung yang terlibat, termasuk seorang mantan Ketua Kamar Perdata MA yang berasal dari Lampung.

Dari hasil penelusuran, tercatat hakim agung yang duduk pada majelis putusan kasasi No. 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, adalah (1) Soltoni Mohdally, SH, (2) Dr. Nurul Elmiyah, SH, MH, dan (3) Dr. H. Zahrul Rabain, SH, MH., Majelis hakim agung PK Ke-I, No. 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019, adalah: (1) Dr. H. Sunarto, SH., MH (2) Maria Anna Samayati, SH, MH, dan (3) Dr. Ibrahim, SH, MH. Sedangkan majelis hakim  agung PK Ke-II, No. 887 PK/Pdt/2022 tanggal  19 Oktober 2023, adalah: (1) Syamsul Maarif, SH, LLM, Ph.D, (2) Dr. H. Panji Widagdo, SH, MH, (3) Dr. Nani Indarwati, SH, M.Hum, (4)  Dr. H. Yodi Martono Wahyunadi, SH, MH dan (5) Dr. Lucas Prakoso, SH. Dua hakim agung yang disebut terakhir dissenting opinion.

Dalam majelis perkara No. 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019 terdapat nama Sunarto yang kini menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung. Zarof Ricar dikenal dekat dengan Ketua MA, Sunarto. Tak heran bila pada 27-28 September 2024, Zarof Ricar yang telah pensiun sejak tahun 2022 itu tampak ikut dalam rombongan pimpinan MA yang melakukan kunjungan ke Keraton Sumenep.

Informasi soal adanya nama hakim dalam setiap tumpukan uang yang disita Kejagung yang berkaitan dengan Zarof Ricar diungkap oleh Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), dalam dengar pendapat dengan Jaksa Agung pada 13 November 2024. Bamsoet menanyakan apakah disetiap tumpukan uang terebut terdapat nama-nama pihak pemberi suap serta hakim-hakim yang akan menerimanya. 

Namun, baik Jaksa Agung maupun Jampidsus tidak menjawab lugas dengan dalih pertanyaan sudah masuk ke dalam materi penyidikan.

"Saya rasa belum bisa kami buka untuk konsumsi publik karena alat bukti belum penuh saat ekspos dilakukan. Yang jelas jaksa sedang mengidentifikasi uang sudah dilakukan penyitaan sebesar Rp1 Triliun, termasuk menelusuri identitas pemberi uang, nilai nominal uang yang diberikan dan terkait perkara apa.  Kita tidak bisa ketika tersangka Zarof Ricar mengaku uang dari si A lalu penyidik langsung periksa si A. Harus dicarikan alat bukti lainnya," ujar Jampidsus Febri Adriansyah.

Akan tetapi memang seharusnya apapun dalilhnya penyidik wajib memeriksa dan mendalami si A yang disebut oleh Zarof Ricar. Sementara itu, pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mendesak Kejagung untuk menyelidiki asal usul uang senilai triliunan rupiah dan emas batangan yang ditemukan. 

"Kejaksaan Agung harus membongkar tuntas, karena sangat mustahil uang dan batangan emas yang ada di rumah Zarof Ricar itu miliknya sendiri. Sangat mungkin itu titipan yang belum diambil oleh hakim-hakim itu guna menghindari sistem pelacakan oleh siste audit keuangan, mengingat kewajiban pejabat untuk melaporkan LHKPN," ujarnya.

"Apabila fakta tersebut mengandung unsur kebenaran, hal ini akan menjadi babak baru dalam perkembangan penanganan perkara tersangka Zarof Ricar. Kotak pandoranya terjadinya dugaan skandal dalam putusan perkara  No. 1362 PK/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024, di mana berkas perkara dengan tebal 3 meter dapat diputus hanya dalam waktu 29 hari. Ketua majelisnya adalah Hakim Agung Syamsul Maarif. Agar tidak kebobolan seperti kasus Harvey Moies dalam korupsi timah, seluruh pegiat anti korupsi harus mengawal kasus ini. Jaksa Agung agar mengusut tuntas sumber suang suap dan hakim penerima suap," kata Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie.

Kasus ini sendiri berdasarkan hasil eksaminasi P3S, bermula ketika Gunawan Yusuf Dkk melalui PT. GPA pada 24 Agustus 2001 menjadi pemenang lelang Sugar Group Company aset milik Salim Group yang diselenggarakan BPPN dengan kondisi apa adanya (as is), senilai Rp1,161 triliun.

Ketika akan dilelang, semua peserta lelang termasuk GPA telah diberitahu segala kondisi dari Sugar Group Company tentang aktiva, pasiva, utang dan piutangnya. Sugar Group Company yang bergerak dalam bidang produksi gula dan etanol ternyata memiliki total utang triliuan kepada Marubeni Corporation, yang secara hukum tentu menjadi tanggung jawab Gunawan Yusuf Dkk selaku pemegang saham baru Sugar Group Company.

Akan tetapi, Gunawan Yusuf menolak membayar dengan dalih, utang Sugar Group Company kepada Marubeni Corporation senilai triliunan rupiah itu merupakan hasil rekayasa bersama antara Salim Group (SG) dengan Marubeni Corporation.

Diduga untuk menyiasati agar dapat ngemplang utang yang bernilai triliunan rupiah itu, dibangun dalil yang pada pokoknya dinyatakan utang itu hasil rekayasa bersama antara SG dengan Marubeni Corporation, sebagaimana yang dituangkan dalam surat gugatan Gunawan Yusuf Dkk melalui PT. SIL, PT. ILP, PT. GPM, PT. ILD, dan PT. GPA menggugat MC Dkk, melalui PN Kota Bumi dan PN. Gunung Sugih, teregister dalam perkara No. 12/Pdt.G/2006/PN/GS dan No. 04/Pdt.G/2006/PN.KB.

Namun, pada ujung perkara, Gunawan Yusuf Dkk kalah telak, sebagaimana putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal  19 Mei 2010, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Mens rea dugaan suap sudah terang benderang, karena pelaku ingin ngemplang utang.

Dalam pertimbangannya majelis hakim menegaskan, tuduhan bahwa utang itu hasil rekayasa dan persekongkolan bersama antara Salim Group dengan Marubeni Corporation ternyata tidak mengadung unsur kebenaran. Terbukti, pinjaman kredit luar negeri itu sudah di laporkan kepada  Bank Indonesia dan terlihat dalam Laporan Keuangan dari tahun 1993 (SIL) dan tahun 1996 (ILP) sampai dengan tahun 2001.

Adanya rekayasa justru dibantah sendiri oleh Gunawan Yusuf melalui kuasa hukumnya yang pada pokoknya menyatakan ingin menyelesaikan kewajiban pembayaran utang dan bersedia melakukan pembahasan sehubungan dengan rencana pemangkasan sebagian hutang (haircut).  

Ketidakbenaran tuduhan persekongkolan diperkuat dengan bukti surat tertanggal 12 Maret 2003, yang pada pokoknya Gunawan Yusuf menawarkan untuk menyelesiakan kewajibannya dengan menerbitkan promissory note senilai USD19 juta. Berdasarkan dua putusan kasasi tersebut, pada pokoknya Sugar Group Company diputuskan tetap memiliki kewajiban pembayaran utang kepada Marubeni Corporation, yang bernilai triliunan rupiah.

Usai kalah telak, Gunawan Yusuf tak menyerah. Dia mendaftarkan empat gugatan baru secara sekaligus. Memanfaatkan azas ius curia novit, sebagaimana ditegaskan Pasal 10 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, di mana pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara.

Dalam empat gugatan baru tersebut, materi pokok perkara sejatinya sama dengan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Sugar Group Company sebagai penggugat hanya mengubah materi gugatan yang bersifat aksesoris dan mengada-ngada, sebagaimana perkara-perkara (1) No.394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, (2) No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, (3) No. 470/Pdt.G/2010/Jkt.Pst, dan (4) No. 18/Pdt.G/2010/Jkt.Pst., yang terkait dengan perkara No. 141/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, No. 142/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, dan No. 232/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, dan berlanjut pada perkara kasasi No. 1362 PK/PDT/2024 yang diputus oleh Hakim Agung Syamsul Maarif dengan kontroversial.

Diduga, empat gugatan baru itu merupakan gugatan akal-akalan Sugar Group Company Dkk, yang diduga sebagai siasat atau modus untuk ngemplang utang kepada Marubeni Group yang nilainya triliunan rupiah itu.

Ketika diminta konfirmasi pada akhir Desember 2024, juru bicara MA RI, Yanto, berjanji akan mengecek terlebih dahulu ke bagian kepaniteraan perdata. Namun, hingga saat ini tidak ada jawaban.

Gunawan Yusuf merupakan pemegang saham baru Sugar Group Company, pernah tercatat sebagai orang terkaya ke-44 di Indonesia versy Majalah Globe Asia. Dia yang lahir di Jakarta pada 6 Juni 1954, pernah menjadi terlapor dalam kasus penipuan dan TPPU di Bareskrim Polri pada 20 April 2004, atas nama pelapor Toh Keng Siong yang melakukan penempatan dana ke PT. Makindo milik Gunawan Yusuf sebesar USD126 juta tahun 1999.

Penangannnya dilakukan oleh Dittipideksus Bareskrim Polri hingga tahun 2018 lalu berujung SP3. Polisi tak melanjutkan penyidikan kendati Toh Keng Siong memenangkan gugatan pra pradilan sebagaimana putusan Pra Pradilan No. 33/Pid.Prap/2012/PN/JKT.SEL tanggal 19 Oktober 2012. Gunawan Yusuf selaku pemilik PT. Makindo pernah pula tersangkut dalam kasus pajak senilai Rp494 miliar.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI