Pagar Illegal Pantai Tangerang
Pagar bambu yang dipasang tanpa izin tidak hanya menghalangi pergerakan kapal nelayan, tetapi juga mengganggu aliran air laut dan merusak habitat dan ekosistem laut.
SinPo.id - Kumpulan bambu tertancap di pantai desa Muncung, Membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang. Jajaran bambu yang mencapai 30,16 kilometer itu berada di enam Kecamatan, masing-masing Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji dan Teluknaga.
“Struktur pagar laut tersebut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan juga dikasih pemberat berupa karung berisi pasir,” ujar Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti,
Menurut Eli, hasil investigasi DKP Banten menunjukkan pemagaran laut membentang berada di zona pemanfaatan. "Pagar laut melalui beberapa zona pemanfaatan umum, ada zona perikanan tangkap, zona perikanan budidaya, zona pelabuhan perikanan, zona pelabuhan, zona pariwisata," kata Eli menjelaskan.
Keberadaan bambu pagar laut masih menjadi misteri. Apa lagi, menurut Eli, Pemprov Banten belum menerima pengajuan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari pihak mana pun. Dengan begitu pagar laut tersebut dinilai Eli sudah melanggar RTRW, karena seluruh kegiatan pemanfaatan ruang laut harus memiliki izin resmi.
"Tak ada pengajuan, tetapi kan terindikasi karena sudah dipagari ada kepentingan umum yang terlanggar," kata Eli menambahkan.
Eli menegaskan, pihak yang ingin memanfaatkan ruang laut harus memiliki dasar persyaratan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). "Apakah mereka mau direklamasi atau apa nanti selanjutnya, sampai saat ini PKKPRL kami sudah berkordinasi dengan pusat. Disinyalir belum memiliki (izin)," katanya.
Sedangkan Ombudsman RI menyebut susunan bambu dan cerucuk dengan ketinggian rata-rata enam meter itu telah mengganggu aktivitas nelayan.“Karena itu, Ombudsman RI berharap Kementerian terkait segera mengatasi permasalahan ini,” ujar Anggota ombudsman RI, Hery Susanto.
Hery berharap ada sinergi dan kerjasama dari semua pihak Kementerian terkait dan Pemerintah Daerah duduk bersama berkoordinasi dan bekerjasama untuk menyelesaikan pagar laut Tangerang bagi masyarakat yang terkena dampaknya.
Sedangkan transparansi dan partisipasi masyarakat merupakan kunci dalam setiap proyek yang memiliki dampak langsung pada lingkungan dan kehidupan sosial warga.
Ombudsman melaui Kantor Perwakilan Banten telah melakukan Investigasi Atas Prakasa Sendiri (IAPS) tentang pemagaran laut di bibir pantai Kronjo. Hasilnya menemukan dampak pemagaran laut di pesisir Kabupaten Tangerang telah menyebabkan kerugian signifikan baik bagi ekosistem laut maupun para nelayan setempat.
Hery juga menyampaikan pagar bambu yang dipasang tanpa izin tidak hanya menghalangi pergerakan kapal nelayan, tetapi juga mengganggu aliran air laut dan merusak habitat maupun ekosistem laut..
“Kerusakan ekosistem ini dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan laut dan mengancam keberlanjutan sumber daya laut di wilayah tersebut," ujar Hery menjelaskan.
Dampak Bagi Ekosistem Pantai
Pakar Maritim Pakar Maritim dari Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), Marcellus Hakeng Jayawibawa, mengatakan dampak pagar laut Tangerang terhadap lingkungan memunculkan terganggunya aliran air dari sungai sekitar ke tempat pembuangan terakhir, yaitu laut.
"Terganggunya juga ekosistem di sekitar (di dalam pagar) yang biasanya mendapatkan nutrisi dari aliran air secara langsung menjadi terganggu kehidupannya karena terputusnya aliran air langsung ke tempat mereka," kata Hakeng kepada SinPo.id.
Dampak lain juga terganggunya usaha kecil mikro menengah (UMKM) setempat yang bisnisnya bersinggungan langsung dengan budidaya biota sejenis di sekitar lokasi, termasuk para nelayan setempat.
"Terganggunya para UMKM yang bisnisnya dengan budidaya biota sejenis. Juga pergerakan para nelayan keluar masuk yang jalurnya terputus akibat pagar tersebut," ujar Hakeng menambahkan.
Sedangkan bahaya ekologi mengurangi keanekaragaman hayati, dan mengganggu aliran air laut yang penting bagi ekosistem pantai. Hal itu akibat pemagaran laut menggunakan bambu, paranet, dan pemberat pasir dapat merusak habitat laut.
"Dampak lain, terkumpulnya air kotor dari daratan ke wilayah dalam pagar laut tersebut karena tidak dapat keluar. Tentu saja di ujungnya dapat menimbulkan konflik sosial dan ekonomi," ujar Hakeng menjelaskan.
Hakeng menekankan pentingnya pendekatan yang berorientasi pada keberlanjutan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Diperlukan pengawasan yang lebih ketat dan penerapan hukum yang konsisten untuk memastikan bahwa sumber daya laut tetap dapat diakses oleh masyarakat, terutama nelayan tradisional.
Menjadi Perhatian Presiden
Keberadaan pagar laut di pantai Tangerang itu banyak menuai perhatian, termasuk dari presiden Prabowo Subianto. Hal itu disampaikan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani yang menyebutkan Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar pagar sepanjang 30,16 km di laut, Tangerang, Banten, disegel.
"Sudah. Beliau sudah setuju pagar laut. Pertama, itu disegel," kata Muzani.
Ketua MPR itu mengatakan Prabowo ingin pagar laut tersebut dicabut. Prabowo telah memberi perintah ke jajaran pemerintah untuk mengusut siapa yang membuat pagar itu.
"Kemudian yang kedua beliau perintahkan untuk dicabutkan, gitu. Usut, begitu," kata Muzani menambahkan.
Muzani mengaku tak mengetahui proses investigasi pagar laut tersebut secara detail. Dia menyebutkan MPR tak memiliki kewenangan terkait hal itu. "Saya tidak sampai di situ, pengetahuan saya. Saya Ketua MPR," katanya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel pagar laut tak berizin sepanjang 30, 16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, sebagai respon instruksi Presiden Prabowo.
"Kami melakukan penyegelan. Ini sudah viral, dan Pak Presiden sudah menginstruksikan, saya pun diperintahkan Pak Menteri (KKP Sakti Wahyu Trenggono) langsung untuk melakukan penyegelan," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono.
Menurut Pung, pagar laut itu diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dan berada di dalam Zona Perikanan Tangkap serta Zona Pengelolaan Energi. “Selain itu, keberadaan pagar itu berpotensi merugikan nelayan dan merusak ekosistem pesisir,” ujar Pung menjelaskan.
KKP juga mengultimatum memberi waktu maksimal 20 hari agar pagar yang telah dipasang, segera dibongkar. Jika tidak, maka pembongkaran dilakukan langsung oleh petugas KKP.
"Kami akan dalami dulu. KKP akan mendalami siapa pemiliknya. Kami cari informasi. Kalau sudah fiks ketemu, pasti akan kami lakukan tindakan lebih lanjut," kata Pung menegaskan.
Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Sumono Darwinto menyatakan, lokasi pagar laut berada dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi. Hal itu mengacu analisa foto drone dan arcgis.
“Berdasarkan data tersebut, kondisi dasar perairan adalah area rubble dan pasir dengan jarak pemagaran sekitar 700 meter dari garis pantai. Kegiatan pemagaran ini tidak memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL)," kata Sumono.
Sedangkan Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) Polri menyarankan pagar misterius yang terbentang sepanjang 30 kilometer di perairan Tangerang dibongkar karena mengganggu aktivitas para nelayan setempat.
"Sebaiknya (pagar misterius) dibongkar bila mengganggu aktivitas dan ketertiban umum," kata Kepala Korps Polairud Polri Irjen M Yassin Kosasih.
Dorongan pembongkaran itu juga terkait pagar misterius itu telah menimbulkan gejolak sosial bagi masyarakat setempat. Polairud juga akan turun tangan untuk bertindak, karena hal itu adalah kewenangan pihaknya untuk menertibkan wilayah perairan.
"Kalau menimbulkan gejolak sosial. Polri akan turun tangan," ujar Yassin menambahkan. (*)