Luhut Tersinggung Bank Dunia Samakan Pajak Indonesia dengan Nigeria

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 15 Januari 2025 | 14:27 WIB
Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan. (SinPo.id/dok. Kemenko Maritim)
Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan. (SinPo.id/dok. Kemenko Maritim)

SinPo.id - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tersinggung dengan pernyataan Bank Dunia atau World Bank, yang menyamakan Indonesia dengan Nigeria, dalam hal pengumpulan pajak. 

"Waktu World Bank datang ke kantor saya tiga minggu yang lalu, dia kasih presentasi, mengatakan Indonesia salah satu negara yang mengoleksi pajaknya paling jelek. Kita disamakan sama Nigeria ya waktu itu. Saya agak tersinggung juga," kata Luhut, dalam acara "Semangat Awal Tahun 2025" di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2025.

Luhut lantas menjawab kritikan Bank Dunia tersebu dengan menyebut Indonesia sedang membuat Government Technology (GovTech), untuk menata permasalahan pajak. Kemudian, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga melakukan perbaikan sistem perpajakan melalui Coretax. 

Namun, jika terdapat kekurangan dalam Coretax, sambung Luhut, itu hal wajar, karena masih di tahap awal. Ia berharap tidak terlalu terburu-buru untuk mengkritik Coretax.

"Tentu dalam satu bulan pertama orang, pastilah ada yang kurang sana-sini. Terus orang kritik, jangan buru-buru kritik," ucapnya.

Mantan Menko Maritim dan Investasi ini  memaparkan, Indonesia juga tengah membuat Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar Kementerian/Lembaga (Simbara). Sistem ini dapat meningkatkan pendapatan negara sekitar 30-40 persen, dengan mengurangi ketidak efisienan pajak dan menambah transparansi.

Terlebih, Bank Dunia telah memproyeksikan, apabila Indonesia menyerap pajak dengan optimal, terdapat potensi peningkatan 6,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu setara dengan tambahan pendapatan sebesar Rp 1.500 triliun.

"Nah ini semua kita tata ini, kita urut ini semua masalah, identifikasi semua masalah ini. Nah oleh itu World Bank bilang, 'eh kalau kalian bisa collect pajak di bawah ini dengan benar, kalian akan bisa mendapatkan 6,4 persen dari GDP. Itu equivalent kepada kira-kira Rp 1.500 triliun potensi yang kita bisa ambil, dan itu kita pelajari," katanya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI