Kantor Digeledah Kejati, Kadisbud DKI Langsung Dinonaktifkan
SinPo.id - Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana resmi dinonaktifkan dari jabatannya, mulai Kamis 19 Desember 2024, usai kantornya digeledah Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI terkait dugaan korupsi anggaran 2023.
"Mulai hari ini Kepala Dinas Kebudayaan akan dinonaktifkan," ujar Plt Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi DKI Jakarta Budi Awaluddin kepada wartawan, Kamis, 19 Desember 2024.
Budi menjelaskan, penggeledahan dilakukan pada Rabu mulai pukul 10.40 WIB, hingga malam, di lantai 15, ruang Kepala Dinas, dan lantai 14 ruang Kepala Bidang Pemanfaatan Kebudayaan.
Budi memastikan, Pemprov DKI siap bekerjasama dengan Kejati yang sedang menyelidiki dan mendalami kasus tersebut.
Selain itu, lanjut Budi, Pemprov juga telah menerima surat pemberitahuan dari Kejati terkait dugaan penyimpangan aktivitas anggaran di Dinas Kebudayaan.
Kemudian, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta telah menginstruksikan Inspektorat Provinsi DKI untuk mendalami dan menginvestigasi kegiatan anggaran Dinas Kebudayaan Tahun 2023.
Dari hasil investigasi, ditemukan beberapa dugaan terjadi kerugian daerah akibat ketidaksesuaian pada beberapa sampling kegiatan. Saat ini, Inspektorat masih menghitung besaran kerugian daerah.
Berdasarkan informasi dari Sekretaris Dinas Kebudayaan, tak hanya kantor Dinas Kebudayaan yang digeledah, tetapi juga rumah Kepala Bidang Pemanfaatan Kebudayaan dan kantor pihak ketiga (swasta).
"Kami masih menunggu informasi lebih lanjut terkait permasalahan kasus ini dari Kejaksaan Tinggi. Tentunya, kami siap membantu Kejaksaan Tinggi untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas," tukasnya.
Adapun penggeledahan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi anggaran dinas. Kejati menduga Disbud melakukan sejumlah kegiatan fiktif yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 150 miliar.
Untuk rincian yang digeledah, selain kantor Disbud DKI, Kejati juga menggeledah empat lokasi lain. Meliputi, Kantor EO GR-Pro di wilayah Jakarta Selatan dan tiga rumah tinggal, masing-masing dua rumah di Kebon Jeruk, Jakarta Barat dan satu lagi di Matraman, Jakarta Timur.
Dari penggeledahan itu, Kejati menyita uang tunai senilai Rp 1 miliar. Selain uang, penyidik Kejati juga menyita ratusan stempel yang telah dipalsukan, laptop, ponsel, dan komputer untuk kemudian dilakukan analisis forensik.
"Turut disita uang, beberapa dokumen dan berkas penting lainnya guna membuat terang peristiwa pidana dan penyempurnaan alat bukti dalam perkara a quo," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta Syahron Hasibuan.