Tiga Penulis Raih Penghargaan Sastra dari Satupena

Laporan: Bayu Primanda
Senin, 09 Desember 2024 | 12:44 WIB
Potret karikatur ketiga penulis peraih penghargaan dari Satupena (Sinpo.id/Satupena)
Potret karikatur ketiga penulis peraih penghargaan dari Satupena (Sinpo.id/Satupena)

SinPo.id -  Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA dan Lembaga Kreator Era AI telah mengumumkan tiga nama besar sebagai penerima penghargaan sastra bergengsi tahun ini.

Dalam pengumuman resmi yang disampaikan oleh Denny JA, Ketua Umum SATUPENA sekaligus penggagas Lembaga Kreator Era AI, penghargaan diberikan kepada Ahmad Tohari, Esther Haluk, dan Murdiono Mokoginta atas dedikasi dan kontribusi luar biasa mereka di dunia sastra dan literasi.

Denny JA juga menegaskan, penghargaan ini dimungkinkan melalui dana abadi yang dihibahkan oleh Denny JA Foundation, menjamin penghargaan tahunan bagi penulis dapat berlangsung hingga lebih dari 50 tahun mendatang.

Ahmad Tohari, menerima penghargaan Lifetime Achievement Award 2024 dari SATUPENA. Penghargaan ini diberikan atas kontribusi luar biasa Tohari selama lebih dari empat dekade dalam menggambarkan realitas sosial, keadilan, dan spiritualitas melalui karya-karya sastranya.

Ahmad Tohari dikenal luas melalui trilogi “Ronggeng Dukuh Paruk”, yang berhasil menggambarkan keindahan dan kompleksitas kehidupan desa di tengah arus modernisasi. Karya-karyanya seperti “Kubah” dan “Orang-Orang Proyek” juga menjadi cermin ketimpangan sosial dan keberanian moral.

“Ahmad Tohari adalah penjaga jiwa desa, saksi zaman, dan penghubung spiritualitas dengan kemanusiaan. Sastra baginya adalah alat untuk menyuarakan yang terpinggirkan,” ujar Anwar Putra Bayu, Ketua Juri untuk Lifetime Achievement Award.

Penghargaan ini meliputi piagam dan dana sebesar 50 juta rupiah.

Dua penghargaan Dermakata Award 2024, yang diberikan oleh Lembaga Kreator Era AI, diserahkan kepada Esther Haluk dan Murdiono Mokoginta yang telah memberikan kontribusi signifikan dalam kategori fiksi dan nonfiksi.

Penulis dan aktivis asal Papua, Esther Haluk, dianugerahi Dermakata Award untuk kategori fiksi atas karya monumental berjudul “Nyanyian Sunyi” (2021). Buku ini menggambarkan ketidakadilan sosial dan perjuangan identitas perempuan Papua dalam konteks konflik berkepanjangan.

“Esther tidak hanya menulis, tetapi menyuarakan mereka yang terpinggirkan. Karyanya mengangkat isu hak perempuan dan diskriminasi, menjadikan sastra sebagai medium advokasi,” ujar Okky Madasari, Ketua Juri Dermakata Award.

Sementara itu, penghargaan kategori nonfiksi diberikan kepada Murdiono Mokoginta, penulis asal Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Karyanya, “Abad Transisi: Bolaang Mongondow dalam Catatan Kolonial Abad XIX-XX”, menghidupkan sejarah lokal dengan riset mendalam dan bahasa yang mudah diakses oleh berbagai kalangan.

“Murdiono menunjukkan bahwa sejarah lokal adalah kunci memahami identitas dan masa depan. Ia berhasil mengangkat narasi lokal Bolaang Mongondow ke tingkat nasional,” ujar Okky Madasari.

Kedua penerima Dermakata Award memperoleh piagam penghargaan dan dana sebesar 35 juta rupiah masing-masing.

Terpilihnya para penerima penghargaan melewati proses seleksi yang ketat oleh tim juri yang berasal dari berbagai wilayah Indonesia. Para juri meliputi Anwar Putra Bayu (Sumatra), Dhenok Kristianti (Jawa), Hamri Manopo (Sulawesi), I Wayan Suyadna (Bali), Muhammad Thobroni (Kalimantan), Victor Manengke (Papua), dan Okky Madasari, dengan masing-masing kategori memiliki ketua juri tersendiri.

Para pemenang diseleksi secara berjenjang dari tingkat daerah sebelum diajukan ke tingkat nasional.

Denny JA menutup pengumuman dengan menegaskan bahwa penghargaan ini bukan hanya bentuk apresiasi, tetapi juga investasi untuk masa depan literasi Indonesia.

“Dengan adanya dana abadi, kami berharap penghargaan ini terus menginspirasi para penulis dari berbagai wilayah untuk menyuarakan cerita mereka. Menulis bukan hanya pekerjaan sunyi, tetapi juga tanggung jawab untuk mencerahkan masyarakat,” ujar Denny.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI