Pimpinan MPR Dorong UU Pengelolaan Perubahan Iklim Masuk Prolegnas
SinPo.id - Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mendorong Undang-Undang (UU) Pengelolaan Perubahan Iklim bisa dijadikan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Payung hukum ini dinilai penting karena dunia saat ini dalam kondisi krisis iklim dan penanganannya harus dengan manajemen yang tertata.
Ini disampaikan Eddy di hadapan para pakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB), peserta, dan pemateri 'Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara' bersama Akademisi dan Peneliti Pusat Penelitian Energi Baru dan Terbarukan (PPEBT) ITB, di Gedung Crimse, Kompleks ITB, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Jumat, 29 November 2024.
"Tidak bisa business as usual. Jadi, memang harus ada urgensi untuk melakukan itu," kata Eddy dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu, 30 November 2024.
Eddy mengungkapkan sekarang Air Quality Index (AQI) terutama Jakarta, termasuk yang terburuk di dunia. Level AQI Jakarta masuk top 5 bisa mencapai 160 dan 170.
"Beberapa hari lalu saya cek sekitaran 98 di Jakarta. Tapi dibandingkan di dapil saya Cianjur itu masih 34. Bahkan di IKN, Pak Jokowi bilang levelnya 6. Bisa kita bayangkan betapa beratnya beban hidup kita di Jakarta, menghirup polusi yang begitu tinggi," kata dia.
Anggota Komisi XII DPR RI itu meyakini kualitas udara buruk bukan hanya di Jakarta. Kota-kota lain seperti Bandung, pasti pernah masuk ranking terburuk AQI.
Eddy menyebut kenaikan suhu juga perlu diperhatikan. Dia bahkan mengungkapkan pada Jumat, 29 November 2024, suhu di NTT tercatat mencapai 38 derajat celcius. Lalu, Semarang 36 derajat celcius, dan Tangerang Selatan 35,7 derajat celcius.
"Suhu naik 31-32 derajat saja, banyak yang teriak panas-panas. Artinya apa? Ini sudah menjadi new normal kita. Ini sesungguhnya harus kita cegah," kata dia.
Maka dari itu, Legislator dari Fraksi PAN itu sangat mendorong agar UU Pengelolaan Perubahan Iklim bisa segera dijadikan Prolegnas untuk diajukan. Eddy menekankan perlu beberapa aksi untuk menangani krisis iklim.
Di antaranya, renewable energy (energi terbarukan) di sektor industri, rumah tangga dan terutama transportasi publik. Jika bicara transportasi publik tentu akan mengarah ke pemanfaatan teknologi Electric Vehicle (EV).
Transportasi publik harus menjadi pionir dalam hal ini (renewable energy) dan sepenuhnya harus dalam kontrol pemerintah. Dalam kesempatan itu, Eddy menyampaikan apresiasinya kepada kegiatan diskusi kerjasama MPR dengan ITB, yang menampilkan narasumber dan pemateri para pakar pengembangan energi terbarukan di ITB dari berbagai sektor mulai dari Biofuel, Hidro hingga Sustainable Aviation Fuel (SAF).
Antara lain, Direktur Direktorat Penerapan Ilmu dan Teknologi Multidisiplin Prof Ir Taufan Marhaendrajana, Kapus Penelitian Energi Baru dan Terbarukan Prof Ir Ari Darmawan Pasek serta Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Dr Eng Suryantini.
"Saya sangat apresiasi diskusi ini. Semua yang kita bahas di sini sangatlah perlu ada progresnya dan saya siap menindaklanjuti. Ini forum yang paling menarik bagi saya. Saya sudah mengikuti berbagai forum baik di dalam dan luar negeri, tapi diskusi ini salah satu forum yang paling menarik," kata dia.
Menurut Eddy, sisi menariknya semua masalah yang dihadapi saat ini dari segi kendala, solusi yang diharapkan akan dilakukan, dan potensi besar yang dimiliki negara dibahas dalam forum tersebut.
"Minimal tindaklanjutnya, pertama, dalam komunikasi kita. Karena saya ingin sekali legislasi yang akan diterbitkan mendatang itu, bisa memuat isu-isu yang relevan seperti ini," ujar Eddy.
Selanjutnya, Eddy berharap pemerintah bisa lebih terbuka menanggapi isu energi terbarukan. Apalagi, MPR baru membentuk Kaukus Pembangunan Berkelanjutan.
"Yang satu tugasnya adalah, untuk membahas hal-hal yang kita bahas hari ini," tegasnya.