Menteri Kebudayaan Sebut LSF Penting Lindungi Masyarakat dari Dampak Negatif Perfilman
SinPo.id - Permainan lampu diikuti dengan tarian tradisional mewarnai Balroom Hotel
Aryaduta Menteng, Jakarta, yang dihadiri lebih dari 300 orang, Jumat 22 November 2024 malam. Sebelum dinyanyikannya Lagu Kebangsaan ‘Indonesia Raya’ secara bersama, dilanjutkan pembacaan puisi bertajuk
“Sensor” oleh Ketua Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI) Noorca Massardi yang mengawali pergelaran budaya Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) LSF 2024.
Layar di panggung kemudian menampilkan profil sebanyak 17 anggota LSF RI periode 2024-2028,
dilanjutkan pertunjukan budaya dengan sejumlah lagu daerah yang dibawakan dengan instrumen modern dan gaya kekinian oleh Alffy Rev and The True Friends. Sekaligus memperkenalkan para anggota LSF yang
hadir di atas panggung.
Ketua LSF Naswardi menyebut pihaknya terus menggencarkan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GN BSM). Dengan tidak hanya menyasar kampus, sekolah, atau komunitas, tapi juga bioskop. Tujuannya, agar masyarakat lebih memahami pentingnya klasifikasi usia penonton.
“Melalui sosialisasi seperti itu, kami ingin membangun model baru untuk 2025,” paparnya.
Sementara Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang secara resmi membuka Rakornas LSF 2024, dalam sambutannya memaparkan bahwa film adalah media seni budaya yang berperan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun karakter, dan mempromosikan Indonesia di dunia
internasional.
Di sisi lain, dalam era globalisasi, film juga berpotensi menjadi alat penetrasi kebudayaan. Sehingga diperlukan perlindungan terhadap konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan jati diri bangsa. Film merupakan salah satu media penyampaian norma, nilai, pesan dan moral kepada khalayak
atau masyarakat.
“Film merupakan salah satu media penyampaian norma, nilai, pesan dan moral kepada khalayak atau masyarakat. Jadi, kehadiran LSF tentu menjadi penting dalam melindungi masyarakat dari dampak negatif perfilman yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan ideologi Pancasila”, ujar Menteri Kebudayaan
RI.
Sepanjang kiprahnya LSF bukan hanya bertugas menyensor, tapi juga mengedukasi masyarakat untuk menjadi pelaku sensor mandiri. Ini adalah langkah strategis dalam menciptakan ekosistem media yang sehat, yang tak hanya mendidik, tapi juga memperkuat nilai-nilai kearifan lokal idenditas budaya bangsa.
"Dan hal ini juga sejalan dengan amanah Undang-Undang No.33 tahun 2009 tentang perfilman. tegas Fadli Dzon.
Rakornas LSF 2024 sendiri mengambil tema "Shaping the Future Together" yang digelar pada 22-24 November 2024. Di mana anggota LSF 2024-2028 akan bertukar pengalaman, berbagi pengetahuan, dan menjalin kerja sama dengan pemangku kepentingan terkait, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Termasuk Film and Video Screening Office Department of Cultural Promotion Ministry of Culture Thailand.
Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat menghasilkan peningkatan performa dan kinerja penyensoran,
pemantauan, serta literasi program Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GNBSM). Selain juga peningkatan pelayanan teknis administrasi penyensoran.
Perhelatan ini digelar sebagai bagian dari perbaikan terhadap semua permasalahan untuk menemukan rekomendasi terbaik terhadap pelaksanaan layanan sensor yang telah dilakukan selama ini.
Selain juga aktivitas literasi Budaya Sensor Mandiri. Agar didapatkan alternatif-alternatif berupa masukan, solusi, dan rekomendasi yang akan digunakan sebagai kebijakan LSF di masa mendatang.
Lembaga Sensor Film (LSF) merupakan lembaga negara yang bersifat tetap dan independen. Lembaga ini bertugas untuk menilai kelayakan film dan iklan film sebelum diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum. Kebijakan filtrasi, penilaian, serta penelitian terhadap konten perfilman sebelum
diedarkan dan dipertunjukkan merupakan bagian dari upaya untuk melindungi masyarakat serta mewujudkan hak masyarakat untuk mendapatkan konten perfilman yang bermutu dan berkualitas.