Soal PPN 12 Persen, Muhammadiyah: Jangan Sampai Lumbung Padi Dimakan Tikus

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 18 November 2024 | 15:11 WIB
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. (SinPo.id/YouTube Muhammadiyah)
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. (SinPo.id/YouTube Muhammadiyah)

SinPo.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menilai, pemberlakuan pajak di sebuah negara memang tidak bisa dihindarkan. Apalagi jika itu pajak progresif. 

Hal tersebut disampaikan Haedar menanggapi rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang mulai berlaku pada awal tahun 2025 mendatang. 

Namun, Haedar mengingatkan agar pengelolaan pajak oleh negara benar-benar untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. 

"Soal penggunaan pajak, jangan sampai lagi ada kisah-kisah seperti dulu kan, 'lumbung padi banyak dimakan tikus'. Jadi Jangan sampai seperti itu," kata Haedar dalam konferesi pers persiapan Tanwir, Senin, 18 November 2024. 

Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini mengaku pernah melontarkan agar dilakukan penerapan pajak berkeadilan sosial atau Pajak Pancasila. 

Sebab, selama ini pajak juga menyasar kalangan ekonomi bawah. Kendati rasionya mungkin sama atau kecil, tetap saja mereka yang berpenghasilan kecil atau menegah, ketika terus dipajaki, berlahan akan habis. 

Haedar mencontohkan organisasi-organisasi yang bergerak dalam hal usaha mensejahterakan masyarakat, seperti Muhammadiyah. Dimana, Muhammadiyah tidak mencari keuntungan. Jika pun ada kelebihan di satu usaha, maka akan di pakai untuk program-program pemberdayaan masyarakat. 

"Masak sih disasar oleh pajak? Jadi ini memang harus ada policy ke depan," ungkapnya. 

Haedar menilai, semestinya penarikan pajak, difokuskan pada usaha-usaha besar, dengan dilakukan secara cermat. 

"Kan lumayan itu kalau pajak 12 persen dari pengusaha-pengusaha besar itu," ucap dia. 

Lebih lanjut, Haedar menguraikan, ketika para pendiri bangsa berdiskusi tentang Indonesia di tahun 1945, mereka merancang sistem ekonomi negara ini, tidak sepenuhnya mengadopsi konsep sosialisme dan kapitalisme murni. 

"Maka konsepnya tadi ekonomi konstitusi. Maka kebijakan pajak mestinya diurut ke situ. Karena itu ketika sudah dapat penghasilan pajak untuk negara, betul-betul untuk negara dan negara menggunakannya tadi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pesan kami, pajak sebesar apapun itu dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, dan itulah makna dari yang kaya membantu yang miskin lewat pajak. Mestinya kan begitu," tukasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI