PHK KARYAWAN SRITEX

Cegah PHK, Ombudsman Minta Percepat Upaya Penyelamatan Sritex

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 13 November 2024 | 18:41 WIB
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika (SinPo.id/ Dok. ORI)
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika (SinPo.id/ Dok. ORI)

SinPo.id - Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, meminta pemerintah untuk mempercepat upaya penyelamatan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Hal ini demi mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap para karyawan. 

Hal itu disampaikan Yeka saat melakukan fasilitasi bersama, Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim  Direktur Bina Pengawas Ketenagakerjaan dan Penguji K3 Kemenaketrans Rinaldi Umar. Kemudian, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Adie Rochmanto Pandiangan di Kantor PT Sritex, Sukoharjo, Jawa Tengah. 

Menurut Yeka, status pailit Sritex telah berdampak langsung pada pemblokiran oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai, sehingga tidak ada transaksi barang masuk maupun keluar.

"Kami mendorong pemerintah untuk melakukan berbagai upaya percepatan dalam penyelesaian permasalahan ini untuk mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di Sritex," ujar Yeka dalam keterangannya, Rabu, 1e November 2024. 

Menurutnya, status pailit telah berdampak pada keputusan merumahkan sementara sebanyak 2.500 karyawan Sritex. Jumlah itu akan terus bertambah ap3 izin usaha tidak segera diberikan sebagai hasil dari proses kasasi yang sedang berjalan di Mahkamah Agung (MA).

Selain itu, ketersediaan bahan baku produksi yang tersisa diperkirakan bakal habis dalam tiga minggu ke depan. Dampaknya, berpotensi menimbulkan   PHK besar-besaran, mengingat tidak ada lagi yang dikerjakan karyawan.

"Jadi, diperkirakan PHK besar-besaran akan terjadi tiga minggu ke depan," ucap dia.

Disisi lain, Yeka menyebut, pailitnya Sritex mengisyaratkan adanya potensi malaadministrasi dalam pelayanan publik. Alasannya, prosedur putusan pailit yang dinilai tidak mempertimbangkan segala aspek dan asas kepentingan umum.

Oleh sebab itu, Ombudsman juga mendesak adanya peninjauan atas kebijakan dan Undang-Undang (UU) Kepailitan, yang dinilai berpotensi menimbulkan malaadministrasi di masa depan.

Secara khusus kepada Kemendag, Ombudsman meminta untuk mengambil langkah kebijakan yang lebih ketat guna meningkatkan daya saing produk dalam negeri, serta menanggulangi maraknya impor ilegal. 

Bagi Yeka, fenomena itu tak hanya mengancam pelaku industri lokal, tapi juga  mengganggu ekosistem perdagangan secara keseluruhan di tingkat global.

"Upaya ini diharapkan dapat mendorong pelaku usaha dalam negeri untuk berkembang, serta membatasi masuknya produk impor yang dapat merusak daya saing produk lokal, terutama pada sektor tekstil dalam negeri yang rentan terhadap serbuan produk impor murah dari luar negeri," tukasnya. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI