Pundi Pundi Mantan Pejabat MA
Temuan uang dan emas di rumah Zarof berawal dari pengembangan kasus vonis bebas terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti, Gregorius Ronald Tannur. Penyidik mendalami hubungan antara Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur, sedangkan Zarof Ricar mantan pejabat Mahkamah Agung menjadi perantara pengurusan perkara.
SinPo.id - Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar terkejut saat menemukan uang senilai hampir Rp1 triliun dan emas batangan lebih dari 50 kilogram dari Zarof Ricar alias ZR. Qohar awalnya tak mengira barang bukti uang yang disita tidak sampai sebesar itu.
"Kami juga merasa kaget. Kok uang sampai seperti ini banyaknya di kediaman ZR. Ini di luar bayangan kita. Tapi yang bersangkutan mengaku sebagian besar ini adalah uang dari kepengurusan perkara," ujar Qohar, Kamis, 25 Oktober pekan lalu.
Menurut Qohar, tim Jampidsus awalnya menangkap Zarof di Hotel Le Meridien Bali pada Kamis malam, 24 Oktober 2024 sekitar pukul 22.00 WITA.
Dalam penangkapan itu, Kejaksaan juga menyita 149 lembar uang pecahan Rp100 ribu dengan total Rp15,2 juta, kemudian 98 lembar uang pecahan Rp50 ribu dengan total Rp4,9 juta, dan lima lembar uang pecahan Rp5 ribu total Rp25 ribu, serta beberapa barang elektronik berupa handphone milik Zarof.
Namun saat penyidik Jampidsus menggeledah rumah Zarof Ricar di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, ditemukan uang SG$74.494.427, US$1.897.362, EUR71.200, HK$483.320, dan mata uang Rp5.725.075.000.
“Jika dikonversikan ke rupiah totalnya Rp920.912.303.714 (Rp 920,91 miliar),”kata Qohar menjelaskan.
Sedangkan emas yang disita itu sebanyak 498 kepingan masing-masing seberat 100 gram, serta empat keping logam mulia emas seberat 50 gram. Selain itu satu keping logam mulia emas sebesar 1 kilogram dari rumah Zarof, sehingga total seluruhnya kurang lebih 51 kilogram.
“Berdasarkan keterangan yang bersangkutan semua ini dikumpulkan mulai dari 2012 sampai 2022, diperoleh dari sebagian besar pengurusan perkara,” kata Qohar menambahkan.
Tercatat Zarof mantan pejabat di Mahkamah Agung, ia kini menjadi tersangka terkait kasus vonis bebas terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti, Gregorius Ronald Tannur. Sedangkan temuan barang bukti kejahatan dugaan suap itu ditemukan di kediaman Zarof di Kawasan di Senayan, Jakarta Selatan serta dua hotel, tempat yang bersangkutan menginap.
Temuan pundi-pindi di rumah Zarof berawal dari penyidik Kejagung mendalami hubungan antara Lisa Rahmat sebagai pengacara Ronald Tannur yang minta bantuan sebagai perantara pengurusan perkara.
Dalam pengembangannya Lisa Rahmat diduga akan memberikan duit suap Rp5 miliar untuk hakim kasasi di MA melalui Zarof. Selain itu Lisa menjanjikan uang Rp1 miliar untuk Zarof sebagai fee suap.
Namun tak disangka dalam pengembangannya, penyidik menemukan uang Rp920 miliar dan emas 51 kilogram yang diduga berasal dari pengurusan berbagai perkara di MA.
Zarof Ricar, Pansiunan Pejabat MA Makelar Kasus
Sejumlah catatan menyebutkan Zarof Ricar merupakan pensiunan pejabat Mahkamah Agung dengan jabatan terakhirnya Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil).
Pria berasal dari Sumenep, Jawa Timur lahir 16 Januari 1962 itu merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang pansiun sejak Januari 2022 lalu. Jabatan sebagai kepala Balitbang Diklat Kumdil di Mahkamah Agung ia jalani selama lima tahun sejak 22 Agustus 2017 silam.
Saat menduduki jabatan tersebut, Zarof juga pernah ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Badilum pada 2020. Sebelum pensiun, Zarof Ricar pernah menempati jabatan strategis sebagai pejabat MA.
Di antaranya Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) dan Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Dirjen Badilum .
Di luar pekerjaannya sebagai petinggi MA, Zarof Ricar tercatat pernah menjadi Wakil Ketua Komite Etik Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 2017 lalu. Dia juga merupakan salah satu produser film Sang Pengadil yang bekerjasama dengan Humas MA dan tayang di bioskop pada 24 Oktober lalu.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, Zarof Ricar terbiasa bermain perkara di Mahkamah Agung untuk menguntungkan pihak berperkara.
“Perbuatan itu dilakukan Zarof sejak berdinas di Mahkamah Agung sejak 2012 hingga 2022. Menurut pengakuan yang bersangkutan dia lupa berapa banyak kasus yang diurus, karena banyak,”kata Qohar menjelaksan.
Kotak Pandora Mafia Peradilan
Temuan uang dan emas bernilai triliunan itu menjadi perhatian Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, kasus dugaan suap pengurusan perkara yang menyeret Zarof Ricar bisa menjadi pintu masuk membongkar kejahatan mafia peradilan. Sedangkan temuan barang bukti itu di rumah Zarof bisa menjadi petunjuk.
"Harusnya menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk membongkar kotak pandora mafia peradilan di lembaga kekuasaan kehakiman," ujar Kurnia Ramadhana.
Menurut Kurnia, temuan tersebut sangat janggal mengingat harta kekayaan Zarof pada Maret 2022 hanya berjumlah Rp51,4 miliar. "Tentu uang ratusan miliar tersebut terbilang janggal dan patut ditelusuri lebih lanjut," kata Kurnia menambahkan.
Ia menyebut setidaknya terdapat tiga potensi kejahatan Zarof lainnya yang harus didalami oleh tim penyidik Kejaksaan Agung. Pertama, terkait suap-menyuap yang bisa terjadi jika uang atau emas yang ditemukan di kediaman Zarof adalah hasil dari pengurusan suatu perkara di MA atau pengadilan lainnya.
Meski Zarof bukan hakim, namun Kurnia menilai tetap ada kemungkinan yang bersangkutan merupakan broker atau perantara suap kepada oknum internal MA dengan memanfaatkan modus memperdagangkan pengaruh. “Kasus tersebut pernah terjadi yakni saat KPK membongkar kejahatan mantan Sekretaris MA Nurhadi," kata Kurnia merujuk kasus lama yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung.
Selain itu Kurnia mengatakan temuan uang dan bongkahan emas telah membangun asumsi bahwa barang itu didapatkan Zarof dari sejumlah pihak yang tak bisa dijelaskan asal-usulnya atau tergolong sulit menelusuri pemberinya. Hal itu mengacu delik gratifikasi Pasal 12B UU Tipikor, maka beban pembuktian akan berpindah dari penuntut umum ke Zarof.
Pembuktian terbalik tersebut akan menyasar terdakwa bila tak bisa menjelaskan secara utuh disertai dengan bukti relevan mengenai harta yang ditemukan penyidik di kediamannya.
Zarof juga bisa diduga pencucian uang yang mungkin diterapkan tim penyidik jika ditemukan bukti perolehan harta hasil kejahatan disembunyikan oleh Zarof.
"Lebih jauh lagi, pelaku dalam konteks pencucian uang tidak hanya dapat menjerat Zarof, melainkan juga pihak lain yang turut menerima dana hasil kejahatan," ungkap Kurnia menjelaskan.
Temuan pundi-pundi di rumah Zarof semakin menambah panjang daftar insan peradilan yang terjerat korupsi. Apa lagi catatan ICW menunjukkan sudah ada 26 hakim yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi sepanjang 2011-2023.
Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan temuan uang sejumlah Rp920 miliar dan emas seberat 51 kilogram dari rumah mantan Pejabat Mahkamah Agung itu menjadi alasan pentingnya pembatasan transaksi uang tunai untuk menekan korupsi.
“Makanya pembatasan transaksi tunai jadi cuma Rp100 juta itu pentingya begini,”kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan
Menurut Pahala, selain pembatasan transaksi uang tunai, aturan untuk menyetorkan uang ke bank juga dinilai penting. "Harus 10 hari juga (misalnya, red) menyetor Rp1 miliar ke banknya,” ujar Pahala menambahkan. (*)