DPR Sebut Presidential Threshold untuk Menjaring Capres Berkualitas

Laporan: Juven Martua Sitompul
Rabu, 30 Oktober 2024 | 18:14 WIB
Ruang Sidang DPR RI (SinPo.id/Ashar)
Ruang Sidang DPR RI (SinPo.id/Ashar)

SinPo.id - DPR RI menyatakan ketentuan ambang batas untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) bertujuan mendapatkan calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) yang berkualitas.

Ini dijelasian Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka dalam sidang lanjutan pengujian materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Martin dihadirkan selaku perwakilan DPR RI.

"Tujuan pengaturan adanya presidential threshold adalah untuk mendapatkan capres dan cawapres yang berkualitas. Pengusulan ini dilakukan oleh partai politik dan gabungan partai politik yang bertanggung jawab terhadap pasangan presiden dan wakil presiden yang diusung," kata Martin di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2024.

Martin menjelaskan ambang batas tersebut diterapkan untuk memastikan bahwa capres dan cawapres memiliki dukungan yang signifikan dari partai politik atau masyarakat.

Adanya keharusan melewati ambang batas dianggap sebagai langkah untuk menyaring capres dan cawapres. Dengan begitu, hanya calon berkualitas dan memiliki dukungan signifikan yang dapat maju dalam pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres).

Selain itu, Martin menerangkan presidential threshold akan memaksa partai politik untuk melakukan konsolidasi politik. Hal ini akan memunculkan koalisi untuk memperkuat pelaksanaan pemerintahan sekaligus membangun pemerintah yang efektif.

"Oleh karena itu, dapat terwujud stabilitas politik dengan dukungan yang kuat, sehingga capres diharapkan dapat lebih efektif dalam menjalankan pemerintahan dan kebijakan negara," ucap dia.

Dia juga menjelaskan bahwa presidential threshold merupakan mekanisme yang niscaya digunakan dalam sistem presidensial multipartai. Sebab, presiden membutuhkan dukungan mayoritas di Parlemen.

"Tanpa dukungan mutlak, presiden sangat mungkin menjadi kurang decisive (tegas) dalam upaya menggerakkan jalan pemerintahan dan pembangunan sehari-hari," ujar Martin.

Di sisi lain, mekanisme presidential threshold diharapkan dapat menjamin kesederhanaan jumlah partai politik di masa mendatang.

"Dengan semakin tinggi angka ambang batas, maka diasumsikan semakin cepat pula upaya mencapai kesederhanaan jumlah partai politik," katanya.

Penjelasan Martin tersebut merupakan pandangan DPR untuk Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, 87/PUU-XXII/2024, dan 101/PUU-XXII/2024. Ketiga perkara itu menguji konstitusionalitas Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pengusulan capres dan cawapres.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI