Anggota Komisi III DPR Siap Kawal Kasus Rudy Soik

Laporan: Juven Martua Sitompul
Senin, 28 Oktober 2024 | 15:23 WIB
Anggota Komisi III DPR RI Stevano Rizki Adranacus. Istimewa
Anggota Komisi III DPR RI Stevano Rizki Adranacus. Istimewa

SinPo.id - Anggota Komisi III DPR RI Stevano Rizki Adranacus mendorong Div Propam Polri mengambil alih kasus dugaan pelanggaran etik yang melibatkan Ipda Rudy Soik. Polri diyakini memiliki penyelesaian kasus etik dengan mekanisme yang profesional.

Ini disampaikan Stevano dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III dengan Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga untuk membahas polemik pemecatan Rudy Soik.

"Saya pikir kita serahkan kepada institusi Polri yang memiliki mekanisme internal yang profesional," kata Stevano di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 28 Oktober 2024.

Legislator muda asal NTT ini mengaku yakin jika Div Propam di bawah kepemimpinan Irjen Abdul Karim akan bekerja profesional secara. Dia mengajak seluruh anggota Komisi III yang lain mempercayakan penyelesaian kasus ini kepada Div Propam Polri.

"Dan saya juga yakin Propam di bawah kepemimpinan Irjen Abdul Karim ini sangat profesional dan ditakuti, jadi saya mengajak teman-teman Komisi III sekalian untuk mempercayakan kepada Propam agar kasus ini bisa terselesaikan dengan segera," katanya.

Oleh karena itu, Stevano menekankan jika Komisi III siap mengawal kasus ini hingga terang benderang. Dia bahkan menyatakan siap berada di belakang Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Silitonga jika Rudy Soik terbukti melakukan pelanggaran etik.

Sebaliknya, kata Stevano, bila Polda NTT bertindak sewenang-wenang dan tanpa dasar yang konkrit maka Komisi III bakal berada di garda terdepan untuk mengingatkan kerja Korps Bhayangkara, khususnya Polda NTT.

Di sisi lain, Legilator Dapil NTT II ini berkeyakinan jika Polda NTT merupakan polisi yang profesional. Dia berharap melalui  RDP berbagai perspektif terkait persoalan ini bisa diutarakan secara terang benderang. 

"Sehingga kami di Komisi III bisa mendudukan permasalahan ini dengan seutuh-utuhnya sehingga rakyat Indonesia khususnya masyarakat NTT bisa mendapatkan penjelasan yang seutuh-utuhnya," kata dia.

Pada rapat itu juga, Legislator Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu mengingatkan jika NTT sebagai daerah tertinggal sangat membutuhkan penegakan hukum yang adil bagi masyarakatnya.

Dia mengaku sangat bersyukur lantaran Komisi III DPR Periode 2024-2029 bisa menggelar RDP perdananya dengan Polda NTT. Dia berharap melalui RDP ini juga kinerja Polri ke depan bisa menjadi lebih baik.

"Sebagai legislator dari NTT tentu saya sangat bersyukur bahwa rapat pertama di Komisi III ini di masa periode ini langsung diadakan dengan Polda NTT yang merupakan mitra kerja saya," kata Stevano.

"Mungkin itu yang dapat saya sampaikan, saya harap lewat forum ini Polri bisa menjadi lebih baik lagi, maka besar harapan saya kita bisa menemukan titik terang dari permasalahan ini," tegasnya.

Usai menutup tanggapannya, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman bersama pimpinan lain langsung memberikan tepuk tangan untuk Stevano. Mereka mengapresiaisi paparan Legislator muda asal NTT tersebut.

"Luar biasa anak muda, anak muda cerdas kita kasih aplause. Kecerdasannya mengingatkan saya pada senior saya, Pak Herman Herry," kata Habiburokhman.

Sebelumnya, dalam rapat bersama Komisi III, Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Silitonga menjelaskan ihwal perkara Rudy Soik. Daniel mengaku saat itu awalnya tidak mengetahui siapa Rudy Soik

"Tapi, karena ada informasi yang pada saat itu menyatakan bahwa ada anggota Polri yang sedang melaksanakan karaoke pada jam dinas. Maka, Propam melaksanakan tindakan OTT dan ditemukan 4 anggota Polri, satu bernama Yohanes Suhardi Kasat Reskrim Polresta Kupang. Kemudian yang kedua Ipda Rudi Soik yang waktu itu menjabat KBO atau Kaur Bin Ops Reserse Polresta Kupang dan dua Polwan, yaitu Ipda Lusi dan Brigadir Jane," kata Daniel.

Daniel mengatakan saat dilakukan penangkapan mereka sedang duduk berpasangan sekaligus melaksanakan hiburan serta tengah meminum alkohol. Atas temuan itu, Kabid Propam langsung melaporkan kepada dirinya dengan informasi khusus selaku pimpinan Polda NTT.

Sehingga, dia pun mendisposisikan untuk dilakukan proses secara hukum terhadap keempat orang tersebut. Pada tahap selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan pemberkasan sampai pada peradilan kode etik.

"Karena lingkup yang dilakukan oleh para terduga pelanggar ini adalah lingkup etik," ucapnya.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan pemberkasan, tiga orang disidangkan dan menerima putusan sidang, yaitu penempatan meminta maaf kepada institusi dan penempatan khusus di tempat khusus selama tujuh hari.

"3 orang dilaksanakan penghukuman dan diterima, tapi 1 orang atas nama Ipda Rudy Soik tidak menerima, memberikan keberatan dan meminta banding," ujarnya.

Setelah dilakukan sidang banding, hakim mempertimbangkan bahwa alasan-alasan dalam memori banding yang diberikan tersebut menyimpang dari apa yang dipersangkakannya.

"Dan pada saat sidang banding, menurut hakimnya bahwa yang bersangkutan tidak kooperatif dan seluruh membantah atas apa yang dilakukan tindakan OTT oleh anggota Propam. Sehingga, dijatuhkan putusan memberatkan dan menambah putusan sebelumnya," katanya.

"Putusan sebelumnya kami perlu sampaikan meminta maaf perbuatan ini merupakan perbuaatan cela dan penempatan pada tempat khusus selama 14 hari dan demosi selama 3 tahun, itu hukuman pertama yang diberikan," timpalnya.

Akan tetapi, kata Daniel, Rudy Soik tidak menerima dan menyatakan banding. Sehingga, dalam banding didalami sejujurnya bahwa inisiatif ID kemudian otak di belakang semua pelaksanaan mereka berkaraoke adalah Ipda Rudy Soik dan itu semua dibantahnya.

"Oleh Karena itu, diputuskan, ditambah hukumannya satu saja hukumannya ditambah yaitu demosi dari 3 tahum menjadi 5 tahun. Dan patsusnya menjadi 14 hari," tegasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI