Badan Intelijen Eropa Laporkan Proyek Persenjataan Rahasia Rusia di Tiongkok

Laporan: Galuh Ratnatika
Kamis, 26 September 2024 | 08:15 WIB
Presiden Vladimir Putin saat mengunjungi fasilitas produksi drone di Rusia. (SinPo.id/Reuters)
Presiden Vladimir Putin saat mengunjungi fasilitas produksi drone di Rusia. (SinPo.id/Reuters)

SinPo.id - Badan intelijen Eropa melaporkan bahwa Rusia telah membuat proyek persenjataan di Tiongkok untuk mengembangkan dan memproduksi pesawat nirawak serang jarak jauh yang nantinya akan digunakan dalam perang melawan Ukraina.

Berdasarkan dokumen rahasia yang ditinjau oleh Reuters, IEMZ Kupol, anak perusahaan dari perusahaan senjata milik negara Rusia Almaz-Antey, telah mengembangkan dan menguji terbang model pesawat nirawak baru yang disebut Garpiya-3 (G3) di Tiongkok dengan bantuan spesialis lokal.

Laporan tersebut tertulis dalam dokumen yang dikirim Kupol ke kementerian pertahanan Rusia pada awal tahun ini, untuk memberi tahu bahwa perusahaan tersebut mampu memproduksi pesawat nirawak termasuk G3, dalam skala besar di sebuah pabrik di Tiongkok agar dapat digunakan dalam operasi militer khusus di Ukraina.

Sementara Kementerian luar negeri China mengatakan kepada Reuters bahwa mereka tidak mengetahui adanya proyek semacam itu. Selain itu, Beijing juga mengatakan bahwa pihaknya memiliki aturan yang ketat terhadap ekspor pesawat nirawak (UAV).

Fabian Hinz, seorang peneliti di International Institute for Strategic Studies, sebuah lembaga analisis pertahanan yang berpusat di London, mengatakan, pengiriman UAV dari China ke Rusia, akan menjadi perkembangan pertahanan yang signifikan.

"Jika Anda melihat apa yang telah dikirimkan China sejauh ini, sebagian besar merupakan barang-barang dengan penggunaan ganda - itu adalah komponen, sub-komponen, yang dapat digunakan dalam sistem persenjataan," katanya, dilansir dari Reuters pada Kamis, 26 September 2024.

Namun, Samuel Bendett, seorang peneliti senior di Center for a New American Security, sebuah lembaga analisis yang berpusat di Washington, mengatakan, Beijing tidak akan membuka diri terkait proyek tersebut untuk menghindari sanksi internasional karena telah membantu Moskow.

Menanggapi laporan tersebut, seorang juru bicara NATO, Farah Dakhlallah, mengaku prihatin dan mengatakan bahwa negara-negara sekutu sedang berkonsultasi mengenai masalah tersebut.

"Pemerintah Tiongkok memiliki tanggung jawab untuk memastikan perusahaannya tidak menyediakan bantuan mematikan bagi Rusia. Tiongkok tidak dapat terus memicu konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua, karena hal itu dapat mempengaruhi reputasinya," kata Farah.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI